Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)

Rumah Utama untuk Delapan Keluarga Keturunan Maro

Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)
WARGA TERTUA: Isidorus Ingkul, warga tertua sekaligus tetua adat Wae Rebo. Foto : Doan W/Jawa Pos
Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut yang tak ada duanya di muka bumi. Tapi, teknik pembangunan dan tata cara arsitektur tradisional mereka juga ikut lestari.

 

 DOAN WIDHIANDONO, Ruteng

 

PAGI berjalan lambat di Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, NTT. Pukul 06.00, Sabtu (8/9), langit sudah benderang. Tapi, warga Wae Rebo masih terlihat begitu santai. Sebagian orang duduk meringkuk di depan jajaran mbaru niang, berkemul sarung tenun khas Manggarai. Anjing-anjing masih asyik bergelung di sisa api unggun di tengah-tengah desa.

 

Pada jam itu, kabut sudah lewat. Tapi, udara masih terasa cukup dingin. Matahari harus mendaki jauh di atas cakrawala, melewati punggung gunung-gunung, sebelum akhirnya menjatuhkan sinarnya ke tengah-tengah Wae Rebo.

 

Mbaru niang di Wae Rebo memang layak mendapat penghargaan. Kampung mini di Manggarai, NTT, tersebut tak hanya berhasil melestarikan rumah-rumah kerucut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News