26 Tahun Berlalu, Perkara Kudatuli Bolak-Balik Polisi dan Kejaksaan

26 Tahun Berlalu, Perkara Kudatuli Bolak-Balik Polisi dan Kejaksaan
Koordinator TPDI Petrus Selestinus bersama Ketua Setara Institute Hendardi dan wartawan senior Tri Agung dan serta Kristin Samah sebagai moderator saat diskusi memperingati 26 tahun peristiwa Kudatuli bertajuk, “26 Tahun Reformasi dan Demokrasi Tergadaikan" di Jakarta, Kamis (11/8). Foto: Fiederich Batari/JPNN.com

Selain itu, Petrus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melakukan konsolidasi kembali untuk meluruskan sejarah perjuangan reformasi.

Soalnya, cita-cita reformasi yang telah mengubah konstitusi dan undang-undang dalam prakteknya saat ini sudah melenceng jauh.

“Karena melenceng jauh, maka cita-cita reformasi perlahan-lahan sudah mulai dilupakan," tuturnya.

Petrus menyebut Megawati Soekarnoputri sebagai pejuang reformasi. Putri Bung Karno itu dianggap sebagai simbol perlawanan rakyat kecil.

“Kalau enggak ada perlawanan dari Bu Mega, mungkin Soeharto akan menjadi Presiden seumur hidup,” kata dia.

Sementara Ketua Setara Institute Hendardi menilai perkara Kudatuli mandek karena kasus ini sudah lama dan tidak ada tekanan dari publik untuk mendorong Komnas HAM mengusut tuntas kasus peristiwa ini.

“Komnas HAM tidak pernah memajukan ini dan tidak pernah melakukan penyidikan secara utuh untuk memajukan perkara ini ke kejaksaan,” ujar Hendardi.

Dia mengatakan penyelesaian dugaan pelanggaran HAM masih mungkin dilakukan penyelidikan dan disetujui untuk masuk ke kejaksaan. Namun, sampai sekarang, kata dia, belum ada.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDIP mendesak Komnas HAM melakukan penyelidikan terkait kasus kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News