Aamiiin KAI
Oleh: Dahlan Iskan
.jpeg)
"Apa kabar?” tiba-tiba yang dari Tajikistan menyapa saya dalam bahasa Indonesia.
"Bisakah kamu berbicara bahasa Indonesia?" tanya saya balik.
Dia bilang, ada 30 mahasiswa dari Indonesia di kampusnya di Qingdao --dua jam naik kereta "C" dari Rizhao.
Kami pun sama-sama masuk masjid. Ke tempat ambil air wudu dulu. Semua berwudu cara Tiongkok: sambil duduk. Tetap bersepatu.
Mereka membuka kran air sambil duduk. Berkumur. Basuh muka. Tangan. Telinga. Rambut. Lalu menutup kran. Setelah itu barulah membuka sepatu kanan. Buka kaus kaki. Ambil ceret/teko. Membasuk telapak kaki kanan dari air ceret --bukan lagi air kran. Setelah basuh kaki ambil handuk kecil. Telapak kaki yang basah dikeringkan dengan handuk. Lalu pakai kaus kaki. Pakai sepatu kanan.
Setelah itu, barulah melepas sepatu kiri. Lepas kaus kaki. Basuh telapak kiri dengan air teko. Dikeringkan dengan handuk. Kaus kaki kiri dipakai lagi. Lalu pakai sepatu.
Karena itu wudunya harus sambil duduk. Lama. Tempat duduknya banyak. Tekonya juga banyak. Lihat di foto yang menyertai artikel ini.
Setelah wudu, kami naik ke masjid. Di lantai dua. Lantai bawahnya untuk kantor dan berbagai kegiatan.