Ada Darurat Demokrasi di Dunia Politik Malaysia, Raja Harus Menentukan Sikap

Ada Darurat Demokrasi di Dunia Politik Malaysia, Raja Harus Menentukan Sikap
Situasi di Kuala Lumpur. Foto: Syaiful REDZUAN / AFP

Secara teoretis, demokrasi substantif tentu mensyaratkan praktik check and balances dimana eksekutif dan legislatif saling mengawasi satu sama lain. Keduanya tidak boleh mengabaikan dan menggantung satu sama lain dalam situasi apapun.

Sebab praktic check and balances  menegaskan bahwa keputusan pemerintahan atau kebijakan publik memang harus dikonsultasikan untuk mendapatkan derajat keputusan yang terbaik.

Apalagi di tengah situasi pandemic Covid-19 ini, prinsip demokrasi substansial ini selayaknya dipraktikkan. Pasalnya seiring dengan kian kompleksnya problematik pandemic Covid-19 ini, Malaysia kian membutuhkan kebijakan berkualitas yang diyakini akan hadir dari dialog eksekutif dan legislatif.

Pembekuan atau penggantungan fungsi parlemen hanya akan menyebabkan kualitas  dan wajah demokrasi di Malaysia semakin memburuk.

Lebih dari itu, tindakan tersebut bahkan membuat aspirasi rakyat Malaysia menjadi tertutup dan selanjutnya tidak bisa tersalurkan melalui institusi demokrasi yang sewajarnya.

Dalam keadaan demikian, situasi ini tentu tidak sesuai dengan salah satu nilai Rukun Negara yang menginginkan cita-cita: memelihara cara hidup demokratik.

Sebab tindakan membekukan atau menggantungkan fungsi parlemen sungguh bertentangan dengan prinsip-prinsip dan cara hidup demokratik. Tindakan tersebut justru sangat anti-demokrasi dan potensial membuat kekuasaan disalahgunakan oleh penguasa keadaan darurat.   

Hendrajit yang juga seorang wartawan senior mengatakan sebagai Kepala Negara, Yang di-Pertuan Agong tentu memiliki fungsi yang sangat strategis agar demokrasi substansial bisa terus dipraktikkan di Malaysia.

Kisruh politik di dalam pemerintahan Malaysia bisa memengaruhi kebijakan-kebijakan yang dijalankan untuk masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News