Ada Kesamaan Cerita dari Para Pekerja COVID-19 di Australia dan Indonesia
Bukan hanya stigma terhadap pasien COVID-19 di Indonesia yang masih kental, tapi Anggara mengatakan banyak warga khawatir tak bisa lagi bekerja atau beraktivitas, jika kemudian dinyatakan terkena COVID-19 karena harus melakukan isolasi mandiri.
Pengalaman mendatangi warga di Melbourne
Photo: Fransiska Wuri and suaminya I Made Dwicahyana Putra menjadi petugas untuk menganjurkan warga Melbourne menjalani tes COVID-19 di akhir Juni 2020. (Foto: Supplied)
Pengalaman Anggara di Surabaya dirasakan juga oleh Fransiska Wuri Nugrahani dan suaminya, I Made Dwicahyana Putra di Melbourne.
Keduanya pernah diperkerjakan selama sepekan di bulan Juni lalu untuk mendatangi rumah-rumah warga di daerah Pakenham.
Pakenham berlokasi sekitar 53 kilometer dari pusat kota Melbourne dan sempat masuk dalam daftar kawasan dengan penularan virus corona tertinggi di Melbourne metropolitan.
Tugas Siska, panggilan akrab Fransiska, dan suaminya adalah mendatangi rumah warga untuk menanyakan kondisi kesehatan mereka, apakah mereka punya gejala COVID-19, kemana mereka harus pergi untuk dites yang kebetulan di Australia tidak dipungut biaya.
Siska mengaku bekerja selama sekitar 8 jam dan bisa mendatangi 50-80 rumah warga dalam sehari.
"Saat door to door kami juga hanya ketok pintu atau pencet bel dan tidak ada kontak sama sekali. Jadi jaga jarak 2 meter saat pintu dibuka," jelas Siska kepada Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.
Anggara Widyartanto sudah menjadi relawan COVID-19 di kota Surabaya sejak awal pandemi
- Di Balik Gagasan Penerbit Indie yang Semakin Berkembang di Indonesia
- Dunia Hari Ini: 26 Tahun Hilang, Pria Aljazair Ini Ditemukan di Ruang Bawah Tanah Tetangga
- Dunia Hari Ini: PM Slovakia Ditembak Sebagai Upaya Pembunuhan Bermuatan Politik
- Indonesia Mengutuk Keras Aksi Biadab Warga Sipil Israel di Perbatasan Gaza
- Ramai-Ramai Tolak RUU Penyiaran: Makin Dilarang, Makin Berkarya
- Dunia Hari Ini: Aktivis Thailand Meninggal Setelah Mogok Makan di Penjara