Ada Penangguk Keuntungan Elektoral dari Wacana Pindah Ibu Kota

Ada Penangguk Keuntungan Elektoral dari Wacana Pindah Ibu Kota
Kota Palangka Raya saat terjadi bencana kabut asap. Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago menilai rencana wacana pemindahan ibu kota negara memang harus diseriusi. Namun, jangan sampai ada agenda politik di balik wacana itu.

Pangi menuturkan, Jakarta sudah berada dalam zona berbahaya. Sebab, kota yang dahulu bernama Batavia itu sudah tidak mampu lagi menampung penumpukan penduduk.

“Tingkat stres warganya juga makin meningkat dan kerugian negara makin gila-gilaan karena macet dan banjir,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/4).

Namun demikian, direktur eksekutif Voxpol Center ini memandang wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta justru kental nuansa politiknya. Sebab, wacana itu dimunculkan menjelang hajat politik nasional pada 2019.

"Kalau memindahkan ibu kota dilakukan sebelum Pilpres 2019, maka akan lebih kental aroma politisnya. Bisa saja beririsan dengan kepentingan politik," ulasnya.

Ipang -panggilan Pangi- justru melihat wacana pemindahan ibu kota sebagai komoditas politik. Menurutnya, ada pihak yang hendak menangguk insentif elektoral dari wacana itu.

"Ada insentif elektoral yang didapatkan dari pemindahan ibu kota menjelang Pilpres 2019. Momentum dan sentuhan itu akan dijadikan presiden sebagai suntikan elektoralnya," sebut pengamat kelahiran Sumatera Barat itu.

Apalagi, kata Ipang, Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro sebelumnya pernah mengamini sinyal dari Presiden Joko Widodo tentang kemungkinan pemindahan ibu pada 2019 meskipun prosesnya membutuhkan waktu yang lama. Padahal, katanya, rencana pemindahan itu tergantung pada kajian Bappenas.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago menilai rencana wacana pemindahan ibu kota

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News