Ahli Hukum Tata Negara Kritisi RUU Kesehatan: Jangan untuk Mendulang Keuntungan

Ahli Hukum Tata Negara Kritisi RUU Kesehatan: Jangan untuk Mendulang Keuntungan
Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi RUU Kesehatan yang dikhawatirkan menempatkan kesehatan sebagai industri dan sarana mendulang keuntungan. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan kembali menjadi sorotan.

Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi pembentukan rancangan undang-undang dengan menggunakan teknik perancangan omnibus yang dinilainya cenderung berbahaya.

Pasalnya, omnibus law banyak digunakan oleh penguasa yang ingin membuat perubahan instan, padahal dampaknya cenderung destruktif.

Karena itu, teknik perancangan undang-undang menggunakan metode omnibus ini disebut Bivitri sudah lama ditinggalkan negara-negara maju, seperti Inggris, Selandia Baru, Kanada, dan Jerman.

Menurut Bivitri, perubahan yang terlalu instan sehingga disukai dan digunakan oleh penguasa yang ingin membuat perubahan dengan cara yang instan.

"Padahal itu tidak sehat dan hasilnya tidak berkelanjutan. Karena lebih cenderung destruktif, banyak negara yang sudah lama meninggalkan metode ini dalam perumusan undang-undang,” kata Bivitri dalam konferensi pers yang diselenggarakan Koalisi untuk Keadilan Akses Kesehatan, Selasa (13/6).

Bivitri mengatakan penggunaan metode omnibus law dalam penyusunan RUU Kesehatan telah menyembunyikan hal-hal yang seharusnya menjadi perhatian banyak orang.

Hal tersebut lantaran omnibus law memuat terlalu banyak topik.

Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi RUU Kesehatan yang dikhawatirkan menempatkan kesehatan sebagai industri dan sarana mendulang keuntungan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News