Akademisi Sebut Regulasi Bahaya Kemasan Makanan Harus Transparan & Tidak Diskriminatif

Akademisi Sebut Regulasi Bahaya Kemasan Makanan Harus Transparan & Tidak Diskriminatif
Penjual musiman menawarkan makanan dan minuman dalam kemasan plastik. Foto ilustrasi: ANTARA/Siswowidodo/foc.

"Bukan ranah saya mengomentari aspek kimia dari etilen glikol dan BPA yang ada dalam kemasan pangan. Namun, saya bisa menganalisanya dari sudut komunikasinya,” ujarnya.

Dia mencontohkan soal BPA yang cuma menyampaikan berdasarkan apa yang dibacanya dari kasus-kasus yang terjadi di Eropa dan Amerika.

Begitu juga dengan perkembangan isu ini di Indonesia. Begitu juga dengan etilen glikol yang ada pada sirup obat batuk dan galon sekali pakai, dia hanya mengetahui secara teori saja bahwa zat-zat kimia dalam kemasan-kemasan itu bisa membahayakan kesehatan.

“Namun, bagaimana zat-zat tersebut bisa membahayakan, itu kan ranahnya para ahli-ahli kimia yang tahu. Saya sama sekali tidak paham hal itu,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim mengatakan pentingnya peran media dalam melindungi masyarakat dari kemasan-kemasan yang membahayakan kesehatan.

Menurutnya, tujuan kode etik dan prinsip jurnalisme yang dimuat dalam Undang-Undang Pers adalah untuk kepentingan publik.

“Jadi, media seharusnya menyajikan informasi-informasi yang sudah valid, terbukti kebenarannya, supaya publik kemudian bisa mengambil keputusan-keputusan yang tepat,” katanya.

Dia mengutarakan bahwa media itu berperan penting dalam memberikan edukasi ke publik. Persoalannya, menurutnya, pengetahuan para awak media itu sering tidak mendalam.

“Semangat teman-teman media dalam melindungi kesehatan publik itu cukup besar. Hanya memang teman-teman jurnalis atau editor, pemred atau medianya sendiri kurang teredukasi terkait apa yang ditulisnya, termasuk soal zat-zat yang berbahaya dalam kemasan pangan,” tuturnya.

Karena itu, dia mengusulkan perlunya kolaborasi para peneliti dengan media. Hal itu bertujuan supaya media itu memiliki “pisau bedah” yang cukup kuat ketika melihat sebuah persoalan, sehingga mereka bisa melihat masalah itu dan disampaikan ke publik dengan benar.

“Sebaiknya, ada penularan ilmu dari para peneliti terkait zat-zat kimia berbahaya dalam kemasan pangan itu ke media. Hal itu bertujuan agar para media bisa mengemasnya dalam bahasa yang sederhana ke publik dan publik menjadi terlindungi dari zat-zat berbahaya.(dkk/jpnn)

Ada puluhan jenis kemasan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan makanan minuman oleh BPOM, termasuk aneka jenis kemasan plastik


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News