Akali Dampak Kenaikan Harga, Mahasiswa Indonesia di Australia Gunakan Strategi Ini

Akali Dampak Kenaikan Harga, Mahasiswa Indonesia di Australia Gunakan Strategi Ini
Mahasiswa Monash University asal Indonesia Agung Sedayu tinggal dengan menyewa satu kamar di rumah yang terletak di dekat kampusnya bersama istri dan kedua anaknya. (Kiriman: Agung Sedayu)

Terdampak, tapi 'tak ada pilihan lain'

Mahasiswa penerima beasiswa seperti Agung Sedayu mengalami secara langsung dampak kenaikan biaya hidup di Australia.

"Ketika pada bulan Maret istri saya dan dua anak kami menyusul ke sini, saat itu saya bingung mencari tempat tinggal untuk keluarga, karena prosesnya ternyata lumayan rumit dan mahal," kata Agung.

Ia jumemutuskan mengajukan permohonan homeschooling yang tidak dikenakan biaya untuk anak-anaknya yang berusia 5 dan 10 tahun.

"Kami tidak mendapatkan exemption (pengecualian) dari biaya sekolah untuk kedua anak saya itu ... kalau mau dimasukkan ke sekolah di sini, saya diminta membayar sekitar Rp200 juta, yang mana saya tidak akan sanggup memenuhinya."

Bagi penerima beasiswa seperti Agung, uang beasiswa harus dikelola secara ketat, terutama pengeluaran untuk belanja makanan yang kini semakin mahal.

"Untuk calon mahasiswa Indonesia yang berencana ke Australia, saya sarankan agar mereka yang belum bisa memasak untuk belajar memasak dari sekarang," kata Agung.

"Harga makanan di rumah makan Australia untuk level warung itu sangat mahal. Sekali makan bisa habis 15-20 dolar, yang setara dengan 150 - 200 ribu rupiah. Uang living allowance tidak akan cukup," ujarnya.

Agung mengaku sering ke pasar atau supermarket untuk berbelanja kebutuhan pokok terutama bumbu-bumbu untuk masakan Indonesia.

Agung Sedayu tak pernah membayangkan akan tinggal nge-kost saat menempuh pendidikan di Monash University, Melbourne, Australia

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News