Alkisah Tjilik Riwut

Alkisah Tjilik Riwut
Tjilik Riwut. Foto: Public Domain.

Empat jam kemudian, pesawat sampai di langit Kalimantan. Berputar-putar di udara mencari lokasi titik penerjunan yang "aman".

Aman dari serdadu Belanda--datang bersama pasukan Sekutu, pemenang Perang Dunia 2--yang lambat laun kembali menduduki Kalimantan. Dan aman dari liarnya hutan Kalimantan.

Tjilik Riwut memberi arahan. Anak suku Dayak Ngaju itu pernah jalan kaki dan bersampan mengelilingi Kalimantan yang luasnya lebih kurang lima kali lipat pulau Jawa. Hal yang dilakukannya semasa kanak-kanak tanpa baju dan tanpa alas kaki.

Alhasil, pasukan pasukan payung pertama dalam sejarah angkatan perang Republik Indonesia tersebut berhasil terjun dan berkumpul di desa Sambi, Pangkalan Bun.

Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, kemudian hari tanggal 17 Oktober ditetapkan sebagai hari jadi Pasukan Khas TNI-AU.

Catatan Harian

Berdasarkan catatan harian ayahnya, Nila Riwut menulis Tjilik Riwut, My Father.

Saat memasuki pedalaman Kalimantan, "dari catatan harian beliau kutemukan info," tulis Nila, "untuk mengobarkan semangat juang diri sendiri atau mampatekang hambaruaa…dengan suara nyaring, Tjilik Riwut tak henti menyanyikan Mohing Asang."

DIABADIKAN jadi nama bandara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Tjilik Riwut lakon utama bergabungnya Kalimantan ke Republik Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News