Analisis Hamdan tentang Pemahaman Bung Karno soal Islam & Nasionalisme

Analisis Hamdan tentang Pemahaman Bung Karno soal Islam & Nasionalisme
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva dalam acara Haul ke-49 Bung Karno di Jakarta, Jumat (21/6). Foto: Fathan Sinaga/JPNN.Com

Setelah menjalani pengasingan di Ende, Soekarno kemudian dibawa ke Bengkulu. Di Bengkulu pula Bung Karno bertemu Fatmawati.

Hamdan menambahkan, Bung Karno saat di Bengkulu bergabung dengan Muhammadiyah. Bung Karno sangat aktif di organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan tersebut. 

Menurut Hamdan, Bung Karno pernah melontarkan protes saat melihat tabir atau tirai penyekat yang membatasi saf laki-laki dengan perempuan. Berdasar penilaian Soekarno, kata Hamdan, hal itu ibarat abu Islam yang sebenarnya tidak penting menurut ajaran Islam. 

"Tidak perlu tabir. Itu betapa Bung Karno mengerti Islam dan substansinya," kata Hamdan di acara yang juga dihadiri Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan anggota Komisi I DPR Andreas Pareira itu. 

Pada kesempatan sama mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (Purn) Budiman menyatakan, nasionalisme Bung Karno tak semestinya dipertanyakan. Dia menepis anggapan yang menyebut Bung Karno mengkhianati Indonesia sebagaimana label yang disematkan kepada Bapak Bangsa itu selama pemerintahan Orde Baru.

"Tidak mungkin beliau pengkhianat. Beliau mencanangkan Pancasila," kata Budiman. 

BACA JUGA: Tanggal Lahir Jokowi & Wafatnya Bung Karno Sama, Sekjen PDIP: Bukan Kebetulan

Budiman melanjutkan, Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk Bung Karno. Gelar itu menjadi bukti pengakuan negara atas jasa Bung Karno.

Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menilai Proklamator RI Soekarno merupakan sosok yang memahami substansi Islam dan nasionalisme.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News