Antara People Power dan Oke Ganti Baru

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Antara People Power dan Oke Ganti Baru
Aksi demo mahasiswa di depan Gedung DPR, Jakarta, pada 24 September 2019 yang berakhir rusuh. Foto : Ricardo/JPNN.com

Riuhnya temperamen politik menjelang pemilu makin hari tampak tidak terkontrol. Di mana-mana terlontark provokasi hanya untuk kepentingan masing-masing, jauh dari edukasi. Begitu ungkap Gatot.

Narasi ’berdarah-darah’ yang diungkapkan Melki Sedek itu seolah menjadi bensin yang bisa menyiram api. Beberapa waktu terakhir ini mulai bermunculan seruan supaya rakyat melakuan people power.

Pertemuan para aktivis demokrasi di Solo yang menampilkan Amien Rais dan kawan-kawan secara terang-terangan menyerukan rakyat bergerak untuk melakukan people power.

Menjelang Pilpres 2024, suhu demokrasi Indonesia makin panas. Pilpres akan menjadi ’moment of truth’ untuk memastikan apakah demokrasi Indonesia berjalan pada rel yang benar, terperosok pada kediktatoran, atau malah anarkisme.

Demokrasi adalah koridor sempit yang panjang dan berliku sehingga yang menitinya harus dengan cermat dan berhati-hati supaya tidak terpeleset dan jatuh ke dalam jurang.

Ibarat titian serambut dibelah tujuh, demokrasi terancam bahaya dari kiri dan kanan. Di sebelah kanan ada jurang otoritarianisme, sedangkan di sebelah kiri ada jurang anarkisme.

Jika terpeleset dan jatuh ke sebelah kanan, demokrasi akan dilalap oleh jurang otoritarianisme. Pemerintahan yang terlalu kuat dan mendominasi lembaga legistalif dan judikatif akan menghilangkan keseimbangan yang dibutuhkan untuk melewati titian.

Itulah yang disebut sebagai mekanisme checks and balances untuk menjaga keseimbangan demokrasi. Lembaga legislatif dibutuhkan untuk mengawasi dan menyeimbangi kekuatan eksekutif yang cenderung kuat dan korup.

Dalam politik berlaku 'hukum besi' tentang sekali terjadi peralihan kekuasaan dengan kekerasan, akan terulang lagi. Hukum besi berpotensi terjadi di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News