World Press Freedom Day 2017

Apa yang Terjadi Bila Para Wartawan Sedunia Berunding?

Apa yang Terjadi Bila Para Wartawan Sedunia Berunding?
Presiden Jokowi berpidato di panggung World Press Freedom Day, di Balai Sidang Jakarta, Rabu, 3 Mei 2017. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com

Bung Karno, kepada para pendekar pena menyeru, jangan memisahkan jurnalistik dengan kenyataan politik imperialisme yang mengamuk di Asia dan Afrika.

Dan, lewat kerja-kerja jurnalistik, umat manusia mesti disatukan dalam satu kapal imipian yang megah. Membangun dunia masa depan yang lebih baik.

Jokowi, Rabu, 3 Mei 2017 di panggung WPFD berpidato, pers punya peran penting mengajarkan Indonesia berdemokrasi dan mengartikulasi kebebasan politik.

"Sejak era reformasi, pers yang bebas dan bergairah telah memainkan peran yang kritis, memerangi korupsi, dan tetap menghibur kita semua," tandas Jokowi.

Saat ini ada dua hal yang menjadi tantangan media. Hate speech atau ujaran kebencian dan hoax alias berita bohong. "Namun kami akan mengatasi itu semua. Dan kita akan mengatasi hal itu bersama-sama."

Nah, 30 April 1963, di penghujung KWAA, para jurnalis melahirkan Djakarta Declaration. Bunyinya, "wartawan-wartawan Asia Afrika mengabdikan dirinya kepada perjuangan melawan imperialisme-kolonialisme."

Kini, hari ini, para jurnalis peserta WPFD juga akan mencetuskan Jakarta Declaration. Apa bunyinya? Kita tunggu saja…

WPFD atau Hari Kebebasan Pers Dunia diproklamirkan oleh Majelis Umum PBB pada 1993 menyusul diadopsinya Rekomendasi sesi ke-26 pada Konferensi Umum UNESCO 1991. (wow/jpnn)


MENARIK lini masa perhelatan wartawan berkaliber dunia di Indonesia. Dari Konferensi Wartawan Asia Afrika (KWAA) 1963 hingga World Press Freedom


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News