APLE Sampaikan 3 Poin Penting Usulan Pengusaha Soal Revisi Permendag 50/2020

APLE Sampaikan 3 Poin Penting Usulan Pengusaha Soal Revisi Permendag 50/2020
Belanja daring atau online. Ilustrasi: Ardissa Barack.

“Sebab, ada asas resiprokal yang diterapkan oleh negara-negara lain,” ujar Sonny.

Lebih lanjut, aturan dari Kementerian Perdagangan ini juga tidak pernah membicarakan tentang sistem pengawasannya.

Kemudian poin ketiga dalam pemasukan negara, sebaiknya pajak atas barang hasil impor cross-border dinaikkan bukan dilarang tindakan impornya, karena ada pemasukan negara dari pajak triliunan setahun dari proses importasi cross-border ini dan sebenarnya telah digunakan sistem delivery duty paid (DDP) dengan menerapkan e-catalog, untuk memastikan pemenuhan pembayaran bea masuk dan pajak impor barang e-commerce.

Sistem ini pun diakui sebagai yang terbaik di Kawasan ASEAN.

Asosiasi pun mengingatkan, pembeli barang impor cross-border bukanlah market UMKM karena barang-barang tersebut tidak tersedia di dalam negeri. Pembelinya pun harus menunggu delapan sampai sepuluh hari.

Oleh karena itu, kecil kemungkinannya barang yang diperdagangkan adalah barang yang bersentuhan dengan produk UMKM.

Lazimnya, produk UMKM dapat diperoleh dengan mudah di dalam negeri.

Revisi aturan oleh pemerintah mengenai kebijakan impor ini tidak mempertimbangkan bila keran jalur resmi impor e-commerce cross-border ditutup, maka barang tersebut pasti akan diimpor secara ilegal karena tidak mungkin barang personal-use tersebut dimasukkan oleh importir karena sifatnya yang mengikuti tren dan berubah-ubah contohnya aksesoris dan lain-lain, lebih jauh banyak UMKM memanfaatkan barang ini sebagai pelengkap produksi mereka.

APLE juga menyayangkan kebijakan ini yang tidak disiapkan dengan kajian komprehensif, dan masih menggunakan pendekatan secara konvensional.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News