Aturan Sudah Bagus, Kok Praktik Mahar Politik Masih Ada?

Aturan Sudah Bagus, Kok Praktik Mahar Politik Masih Ada?
Bawaslu RI. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pembuat Undang-Undang terus berupaya meminimalisasi praktik politik uang. Salah satunya mahar politik dalam kontestasi pilkada maupun pemilu.

Terbukti, pada Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu, terdapat pasal yang memberi kewenangan pada Bawaslu untuk memeriksa, mengkaji dan memutus dugaan pelanggaran politik uang. Hal itu diatur dalam Pasal 95 dan 95 C UU Pemilu.

“Dalam undang-undang sebelumnya yaitu UU 15/2011, tidak ada kata-kata Bawaslu mengawasi politik uang,” ujar anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Jakarta, Kamis (18/1).

Selain itu, pada UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada, kata Fritz, juga ada peningkatan sanksi dari aturan sebelummya, yaitu UU 1/2015. Di UU Pilkada yang baru mengatur parpol atau anggota parpol yang meminta (mahar politik, red) akan dikenakan pidana dan juga denda. Sanksi berlaku sama bagi si pemberi, baik itu orang maupun lembaga.

“Pertanyaannya, kenapa aturan lebih ketat, praktik politik uang diduga masih terjadi. Karena kemungkinan aturan tidak diikuti kedewasaan sejumlah pihak menyikapi aturan yang ada,” ucapnya.

Kedewasaan tokoh parpol, penyelenggara maupun orang yang ingin maju sebagai calon pemimpin, kata Fritz kemudian, kini diuji untuk benar-benar semakin dewasa menjalankan aturan main yang telah disepakati bersama. Karena hanya dengan demikianlah, kata dia, praktik politik uang dalam kontestasi pilkada maupun pemilu dapat diminimalisir.(gir/jpnn)


UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu, terdapat pasal yang memberi kewenangan pada Bawaslu untuk memeriksa, mengkaji dan memutus dugaan pelanggaran politik uang


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News