Awalnya Dicibir, Bidan kok Berlagak Jadi Insinyur

Awalnya Dicibir, Bidan kok Berlagak Jadi Insinyur
TELADAN : Bidan Listiyani Ritawati setelah talk show memperingati hari bidan sedunia 2013. Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos/JPNN
 

Bidan Lis, begitu dia akrab disapa, merupakan PNS (pegawai negeri sipil) di Puskesmas Ngawen II, Gunungkidul. Alumnus D-3 Poltekes Surakarta itu menginjakkan kaki di Gunungkidul pada 2000. Dia mengawali karir dengan menjadi bidan praktik swasta (BPS) di Desa Sambirejo, Kecamatan Ngawen, Gunungkidul.

 

Dia ditakdirkan hidup di daerah yang didominasi pegunungan karst (kapur) yang sering mengalami kekeringan itu, sehingga masyarakat kesulitan air bersih. "Tapi, ini tantangan yang harus saya hadapi," ujar Lis.

 

Perempuan kelahiran Banjarnegara, 29 Juni 1974, tersebut mengungkapkan, air bersih bagi seorang bidan adalah mutlak untuk sarana standar persalinan. Dengan adanya air bersih, proses persalinan bisa terhindar dari risiko infeksi yang mengancam keselamatan sang ibu dan si bayi.

 

Karena itu, Lis sempat shock saat awal bertugas di Gunungkidul. "Bayangkan saja, di kampung kelahiran saya di Banjarnegara, air begitu melimpah," ujarnya. Sementara itu, di Gunungkidul, dia harus antre untuk mendapat air bersih. Itu pun jumlahnya tidak seberapa. Kalau suplai air bersih dari pemerintah telat, tidak jarang dia harus berjalan hingga dua kilometer untuk mencari mata air atau sendang.  "Jalannya saja dua kilometer. Belum antrenya yang bisa berjam-jam," ungkap istri Hasyim itu.

Banyak bidan berdedikasi tinggi di Indonesia. Salah seorang di antaranya adalah Listiyani Ritawati, bidan desa yang sekaligus pelopor pembuatan sumur

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News