Ayat dan Mayat (Lagi)

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ayat dan Mayat (Lagi)
Di Amerika, perang politik identitas tidak terhindarkan. Di Indonesia, hal yang sama juga tidak akan bisa dihindarkan. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Narasi ‘Ayat dan Mayat’ muncul pada Pilgub DKI 2017 dan menjadi kosakata politik yang menjadi simbol polarisasi pemilih antara pendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno versus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok-Djarot Saiful Hidayat.

Momen kontestasi politik DKI itu menjadi persaingan politik yang paling panas dalam sejarah politik Indonesia pasca-reformasi.

Para pendukung Anies dituduh mengeksploitasi politik identitas dengan memakai simbol-simbol agama untuk kampanye pemenangan politik.

Pasangan Anies-Sandi memenangkan kontestasi secara dramatis.

Pendukung Ahok-Djarot kecewa berat dan tidak bisa menerima kekalahan itu.

Political vendetta, dendam politik, terus-menerus hidup sampai ke Pemilu Presiden 2019.

Sama dengan pilgub DKI, Pilpres 2019 melibatkan polarisasi yang tajam antara dua kubu.

Pilpres 2019 adalah ekstensi dari persaingan DKI.

Di Amerika, perang politik identitas tidak terhindarkan. Di Indonesia, hal yang sama juga tidak akan bisa dihindarkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News