Bacalah, 9 Rekomendasi FHI soal Penyelesaian Masalah Honorer

Bacalah, 9 Rekomendasi FHI soal Penyelesaian Masalah Honorer
Honorer K2 Batam. Foto ilustrasi: cecep mulyana / batampos.co.id / JPG

2. FHI memohon kepada pemerintah agar memberikan solusi kebijakan yang berperikemanusian dan berkeadilan. Sebab, masa kerja, pengabdian dan loyalitas tenaga honorer selama ini telah teruji mengabdikan diri di instansi pemerintah daerah/pusat selama bertahun-tahun dan telah menjadi bagian dalam melaksanakan tugas dan program pemerintah daerah/pusat. FHI meminta pemerintah pusat,  terkait rekrutmen PPPK agar tidak membebankan pos penggajiannya dalam APBD, tetapi dibebankan pada APBN. Bagi daerah yang postur APBD-nya tidak memungkinkan lagi masuk dalam pos belanja pegawai dalam APBD, agar tidak menghambat pembangunan daerah yang bersumber dari APBD.

3. FHI memohon pada pemerintah melalui menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk mengangkat 297.387 tenaga honorer K2 menjadi ASN. Bagi tenaga honorer yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan membatalkan tenaga honorer K2 kurang lebih 142 ribu terindikasi bodong karena tidak memenuhi kelengkapan administrasi.

4. Mencermati dan mendukung Surat Edaran MenPAN-RB Nomor: B. 2605/M.PAN.RB/6/ 2014 tanggal 30 Juni 2014 perihal penanganan tenaga honorer K2 yang dinyatakan lolos dan tidak lolos K2. Oleh karena itu, FHI meminta dan mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk secara konsisten meneruskan dan menindaklanjuti hal tersebut.

5. FHI meminta dan mendesak pemerintah untuk membuat payung hukum pengangkatan dan penyelesaian tenaga honorer. Apakah itu keppres, inpres, perppu, dan lainnya yang bisa menjadi solusi kebijakan penyelesaian tenaga honorer secara nasional. FHI memohon pada pemerintah di dalam merumuskan formulasi kebijakan lebih mengedepankan faktor kemanusiaan dan keadilan,  berdasarkan masa kerja serta usia tanpa tes computer assisted test (CAT), cukup melalui seleksi administrasi atau verifikasi dan validasi data. Sebab, tenaga honorer  telah mempunyai pengalaman bekerja selama bertahun-tahun dalam pemerintahan. Selain itu dari segi usia, kesiapan psikologis dan lain-lain tidak memungkinkan lagi untuk dihadapkan dengan teknologi CAT. Seleksi ini tentu harus mempertimbangkan kebutuhan daerah dengan mengikuti rasio pensiun PNS di masing-masing daerah secara bertahap bagi daerah yang telah melampaui 50 persen belanja pegawai dalam APBD.

6. FHI meminta pemerintah daerah/pusat tidak melakukan PHK massal di instansi daerah/pusat terkait pelaksanaan UU ASN. Hal ini sangat tidak manusiawi. Jauh dari rasa keadilan dan tidak mencerminkan nilai kemanusian serta terindikasi melanggar HAM dengan mengabaikan pengabdian kerja tenaga honorer selama bertahun-tahun kepada negara walau dengan upah sangat rendah.

7. FHI meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan dan memprioritaskan tenaga honorer yang bertugas di daerah terpencil, terbelakang dan daerah di perbatasan NKRI untuk diangkat menjadi ASN dan PPPK, khususnya tenaga honorer K2.

8. Karena masih banyak tenaga honorer nonkatagori yang bekerja di instansi pemerintah, FHI merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperhatikan status dan kesejahteraan tenaga honorer nonkategori terkait pelaksanaan UU ASN. Caranya melalui sebuah kebijakan dan program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi tenaga honorer nonkategori agar selaras dengan kebutuhan pelaksanaan UU ASN, kebutuhan pemerintah daerah/pusat, dan global.

9. FHI meminta pemerintah pusat untuk memberikan kebijakan khusus terhadap daerah otonom baru untuk memberdayakan/memanfaatkan tenaga honorer yang telah bertugas di daerah tersebut untuk diusulkan diangkat menjadi CPNS dan PPPK. Sebab, telah lama mengabdi dan mempunyai pengalaman  bekerja dalam melayani masyarakat.


Forum Honorer Indonesia (FHI) memberikan sembilan rekomendasi perihal penyelesaian permasalahan tenaga honorer secara nasional.


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News