Bamsoet Mengaku Berdecak-decak Saat Menonton Pementasan Panembahan Reso

Bamsoet Mengaku Berdecak-decak Saat Menonton Pementasan Panembahan Reso
Para pemeran dalam Pementasan Kolosal ‘Panembahan Reso’ karya maestro WS Rendra di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Sabtu (25/1). Foto: Humas MPR RI

Panembahan Reso sejatinya merupakan epos yang merefleksikan betapa hasrat membabi buta terhadap kekuasaan selalu menimbulkan aspek-aspek delusional seorang pemimpin dan pengikutnya. Sejumlah pengamat budaya mengatakan, Panembahan Reso mampu membedah secara dalam watak dan psikologi seorang pemimpin yang kehilangan kontrol terhadap akal sehat dan terseret ke ambisi ilusi-ilusi pribadi.

Apa yang menjadi substansi cerita dan semangat WS Rendra dalam karyanya ini penting di era sosial media dan perebutan kekuasaan era modern melalui pemilu yang baru saja usai. Pasalnya Rendra mencampur pamflet atau kritik dan sastra. Pada karya media sosial sekarang mayoritas hanya berupa pamflet, kata-kata dan maki-maki tanpa ruh  kemanusiaan. Rendra memiliki kemampuan menggabungkan keduanya, mengkritisi tapi dengan keindahan sastra, yaitu keindahan kemanusiaan dan kemaestroan di dalam bahasa dan sastra.

Bamsoet mencoba mendiskripsikan alur cerita Pementasan 34 tahun lalu itu, apakah masih relevan dengan jaman kekinian? Jawabannya, ya!

“Di dalam dialog-dialog diantara para aktor di atas panggung tadi malam, sentilan-sentilan Rendra sangat tajam dan saya nilai masih sangat relevan dengan situasi negara kita saat ini. "

Salah satu dialognya, kenapa raja atau pemimpin diberi mahkota? Karena kebusukan kekuasaan akan tertutupi oleh mahkota. Oleh karena itu masyarakat harus membaca bahwa keindahan mahkota kekuasaan politik di era demokrasi modern saat ini apakah berhasil menutupi kebusukan kekuasaan atau tidak.

“Ini pertanyaan yang ada di dalam dialog di Panembahan Reso. Selain itu ada kalimat, kalau mencari pemimpin itu jangan berjudi dan hanya mampu berdalil dengan kata-kata bukan perbuatan. Atau kalimat ‘Tahta itu ternyata bukan kursi biasa’. Orang bisa berubah 180 derajat begitu menduduki tahta. Kalau tidak menjadi semakin arif, ya semakin gila, tamak dan sewenang-wenang,” ujar Bamsoet.

Rendra juga mengatakan lewat Panembahan Reso ini bahwa dalam memilih pemimpin harus yang punya kemampuan  kenegaraan dan keikhlasan untuk rakyat. Jangan yang hanya pandai bergincu bermain pencitraan.(jpnn)

Bamsoet berdecak kagum atas kekuatan permainan karakter Sha Ine Febriyanti sebagai Ratu Dara yang antagonis dan Whani Dharmawan sebagai Panembahan Reso yang licik serta dialog-dialog yang masih relevan dengan situasi kekinian.


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News