Sadaring ke-3 SATUPENA

Bangkitkan Bahasa dan Budaya Lokal Lewat Cerita dari Molo & Palu

Bangkitkan Bahasa dan Budaya Lokal Lewat Cerita dari Molo & Palu
Para narasumber saat Sarasehan Daring Satupena (Sadaring) ke-3 bertema 'Cerita dari Molo dan Palu’ yang menghadirkan pegiat lterasi dari Molo, Dicky Senda, dan Neni Muhidin dari Palu. Foto: Tangkapan layar

Kini, buah dari egiatan yang mengenal itu dirasakan masyarakat, khususnya generasi muda.

Beda lagi dengan Dicky Senda yang lama merantau di Yogya akhirnya pulang kampung 2016 dan mendirikan komunitas Lakoat Kujawas .

“Sebenarnya pulang kampung untuk riset bahan penulisan lokal, tetapi saat itu, 2016, NTT menjadi puncak human trafficking. Sebaliknya ada jurang pemisah dan merasa terpisah dari lingkungan, seperti asing sendiri. Akhirnya saya temukan sesuatu yang amat mengganggu diri," ungkap Neni.

Menurut Dicky, pada masa sekolah di tahun 1990-an, anak-anak tidak boleh berbahasa daerah di sekolah dan jika itu dilakukan akan dapat hukuman berat. Jadi, kita tidak mengenal bahasa dan budaya lokal, karena ada kewajiban dari pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia.

“Tantangan kami adalah lingkungan daerah. Juga pergumulan dalam diri kita,” kata Dicky yang mendirikan komunitas Lakoat Kujawas sebagai ruang untuk berkumpul dan bercerita.

Target jangka pendek adalah membuat taman baca dan raung berkumpul. Setelah 5 tahun sudah terpenuhi target jangkan pendek dan menengah.

“Kami sekarang sudah punya sekolah budaya dan adat. Kita ingin melakukan revitalisasi budaya Molo,” kata Dicky.

Semangat Membangun Daerah

Sarasehan Daring Satupena atau Sadaring ke-3 bertema 'Cerita dari Molo dan Palu' menghadirkan pegiat lterasi dari Molo, Dicky Senda dan Neni Muhidin dari Palu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News