BATAM: Khawatir jadi 'Kota Mati'

Industri Hiburan Terancam Raperda Narkotika

BATAM: Khawatir jadi 'Kota Mati'
BATAM: Khawatir jadi 'Kota Mati'
Di sisi lain, dia tak yakin bila perda itu disahkan, akan bisa diterapkan di lapangan. Singapura saja, kata Gembira, tidak bisa 100 persen melaksanakan aturan itu. Padahal, secara finansial dan teknologi untuk uji urine, jauh lebih maju. Apalagi di Batam yang minim fasilitas dan pendanaan.

"Saya yakin tidak bisa diterapkan. Jadi jangan aneh-aneh buat perda," ujarnya. Gembira juga mengungkapkan, kalau ramperda ini dipaksakan, selain berpotensi besar mandul, juga berpotensi "jeruk makan jeruk". Perlu diketahui, kata Gembira, tidak semua pejabat di negeri ini bersih.  "Yang masuk di tempat hiburan dan makai barang itu (narkotika, red) orang-orang itu juga. Yang punya duit. Bukan masyarakat kecil. Saya orang hiburan jadi tahu," ungkapnya.

Dia menyarankan, daripada tes urien diterapkan di tempat-tempat hiburan, lebih efektif jika tes urine diarahkan ke PNS dan pejabat di sejumlah instansi lainnya setelah weekend. "Bukan tamu-tamu yang keluar di setiap tempat hiburan yang di tes urine-nya, satu per satu," sergahnya.

Ginting mengatakan, lebih baik Pemko Batam dan DPRD Batam memikirkan bagaimana menciptakan peluang kerja baru untuk mengatasi pengangguran. Juga mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat, memperbaiki infrastruktur yang rusak, dan menekan kebocoran potensi pendapatan daerah dengan mengoptimalkan pengawasan dan memperbaiki sistemnya. Bukan "mengobaok-obok industri hiburan" dan dunia usaha yang ada.  "Saya tak ngerti cara berfikir pejabat-pejabat kita itu. Kadang aneh-aneh. Nggak tau lagi kita mau dibawa kemana Batam ini," ujar Gembira, heran. (nur/sam/jpnn)

BATAM  - Rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang narkotika yang digulirkan DPRD Kota Batam, ditentang Asosiasi Jasa Hiburan (Ajahib) Kota


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News