Bawa Bom saja Berani, apalagi Hadapi Preman

Bawa Bom saja Berani, apalagi Hadapi Preman
Kapolrestabes Medan Kombespol Dadang Hartanto berdiskusi dengan Mustafa. Foto: Ilham Wancoko/Jawa Pos

Ibu itu mengalami cacat seumur hidup. Dia tidak lagi bisa bekerja untuk anak-anaknya. ’’Saya menangis. Saya teringat anak-anak saya. Bagaimana ibu itu bisa menghidupi anaknya,’’ kenangnya.

Ada kejadian lain yang juga membuatnya lebih kukuh untuk menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satunya, pernyataan Kepala BNPT Komjen Suhardi Alius. ’’Kita ini beraneka suku, agama, dan budaya. Disatukan dengan NKRI,’’ ujarnya mengulang pernyataan Suhardi.

Pernyataan tersebut membekas dalam pikirannya. Mustafa menuturkan, sebagai warga negara, tentu sebaiknya dirinya mengikuti. ’’Soal negara ini, biar para ulama dan bapak-bapak itu yang mengurus,’’ katanya.

Dia mengakui, pendekatan BNPT dan Polri terhadap mantan napiter cukup efektif. Salah satunya mempermudah para napiter. Mustafa kini bekerja sebagai driver ojek online. ’’Saya ini pernah ditangkap petugas sekuriti bandara saat menjadi driver ojek online,’’ ungkapnya.

Saat itu, petugas sekuriti bandara meminta SIM dan menahan Mustafa. ’’Saya tanya, apa salahnya mencari penumpang di bandara? Ini negeri Indonesia. Semua warga boleh mencari uang. Saat diminta SIM, saya tolak,’’ tegasnya.

Mustafa saat itu menahan diri. Akhirnya, karena tidak ingin terjadi sesuatu, dia menghubungi salah seorang anggota Polrestabes Medan. ’’Saat itulah saya dibantu, dilepaskan. Tapi, saya juga tahu malu, tidak mau lagi begitu,’’ katanya.

Bukan hanya itu. Pernah suatu kali seorang preman berusaha mengganggu Mustafa. Dalam hatinya tebersit keinginan untuk menghabisi preman itu.

’’Bawa bom saja berani, apalagi hadapi preman. Tapi, saya serahkan saja ke polrestabes,’’ ujarnya.

Mustafa merupakan mantan teroris yang pernah merampok bank di Medan itu kini sudah berubah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News