Bea Keluar Tambang Tak Bisa Dipukul Rata
Rabu, 25 April 2012 – 05:39 WIB
Di luar kontrak karya, ada pula kewajiban penyediaan untuk pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). "Jangan sampai kita keluar dari bungkusan DMO. Kalau memang DMO belum dicukupi, ini kita bisa pakai instrumen fiskal untuk mengenakan bea keluar," kata Gita.
Selain batu bara, seperti bauksit, bijih besi, nikel, tembaga, dan lainnya, harus diperhatikan skala hilirisasinya. Ia mengatakan, semangat undang-undang minerba adlaah melakukan hilirisasi secara maksimal.
Peraturan Menteri ESDM juga punya semangat untuk meningkatkan hilirisasi. "Ini kita harus cermat untuk masing-masing komoditas ini berapa sih bea keluarnya. Jangan dipukul rata," katanya.
Hilirisasi, atau penggalakan industri hilir komoditas di dalam negeri, bertujuan agar sumber daya alam tidak diekspor dalam wujud barang mentah. Sesuai Permen ESDM Nomor 7 tahun 2012, para pengusaha tambang diwajibkan untuk membangun smelter sebelum 2014. Jika kewajiban itu tidak dilakukan, ekspor komoditas tambang akan dikenai bea keluar.
JAKARTA - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan berpendapat, pengenaan bea keluar atas hasil tambang harus mempertimbangkan perkembangan industri hilir
BERITA TERKAIT
- Bebaskan Karyawan dari Jeratan Pinjol, Aplikasi Ayo Kasbon Bisa jadi Solusi
- Kuartal I 2024, SIG Catatkan Laba Rp472 Miliar
- Kuliah Tamu di LSE, Menko Airlangga Optimistis Visi Indonesia Emas 2045 Tercapai
- BRI Lakukan Buyback, Ini Sebabnya
- Pesan Muhammadiyah soal Pengelolaan Tambang: Harus Berkesinambungan
- HUT ke-50 BPD HIPMI Jaya, Simson Hendro Sampaikan Harapan & Pesan