Begini Respons PDIP Terkait Polemik PP 23/2021

Begini Respons PDIP Terkait Polemik PP 23/2021
Peserta dan pembicara Webinar Nasional untuk menyikapi polemik terkait PP Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan yang digelar DPP PDIP pada Rabu (14/7). Foto: Dok. PDIP

Dia menegaskan hal tersebut terjadi karena tidak ada kriteria yang jelas atau batasan yang ketat untuk frasa "melampaui kecukupan luas kawasan hutan dan tutupan hutan.

“PNBP Kompensasi hanya dimaknai sebagai setoran ke kas negara. Sebaiknya ada mekanisme earmarking untuk memastikan bahwa dana ini dapat dialokasikan kepada restorasi ekosistem termasuk tindakan konservasi. Konsekuensinya, perlu ada perubahan mendasar atau penyusunan regulasi tambahan yang mengatur secara ketat kepentingan ekologis dan penyelenggaraan kehutanan,” ujar Reynaldo.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menjelaskan perbandingan Kewajiban Lahan Kompensasi terhadap PNBP Kompensasi, di antaranya IPPKH dengan Lahan Kompensasi, ada penambahan kawasan hutan dan penutupan hutan, meningkatkan ekonomi dan pendapatan masyarakat dari pembelian lahan dan kegiatan penanaman hutan.

“Negara tidak mengeluarkan biaya rehabilitasi hutan karena lahan diserahkan dalam bentuk hutan. negara mendapatkan nilai tambah  dan manfaat lingkungan,” kata politikus PDIP tersebut.

Sudin menambahkan perubahan aturan penggunaan kawasan hutan dari kewajiban lahan kompensasi menjadi PNBP mengancam kelestarian dan keberadaan hutan serta merugikan negara dan masyarakat.

“Penetapan nilai PNBP Kompensasi harus memperhatikan nilai ekonomi hutan dan jasa lingkungannya serta menjamin hutan tetap lestari. Jika hutan terus berkurang, banteng akan kehilangan habitatnya. Jadi, hutan harus tetap lestari dengan regulasi yang benar,” kata Sudin.

Selanjutnya, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandrayati Moniaga mengatakan pengelolaan hutan harus sebisa mungkin mempertimbangkan kelestarian hutan dan aspek penegakan HAM.

“Sejarah kelam kehutanan Indonesia dimulai dengan penetapan “Kawasan hutan” secara sepihak pada tahun 1970-an sampai dengan 1980-an dengan menegasikan keberadaan hak-hak individu dan komunal masyarakat yang diakui oleh UUPA karya besar Presiden Soekarno. Kemudian dengan penegasian keberadaan hak-hak individu dan komunal masyarakat tersebut berimbas pada hampir 70 persen wilayah Indonesia dinyatakan sebagai kawasan hutan dan dikelola sebagai “hutan negara” tanpa proses tata batas yang semestinya,” ungkapnya.

Untuk menyikapi polemik terkait Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 (PP 23/2021) Tentang Penyelenggaraan Kehutanan, DPP PDIP menggelar Webinar Nasional pada Rabu (14/7).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News