Benang Kuning Jokowi-Ahok

Oleh; Mohammad Hailuki*

Benang Kuning Jokowi-Ahok
Presiden Joko Widodo saat menghadiri penutupan Rapimnas Partai Golkar 2016 di Jakarta, beberapa waktu lalu. Foto: dokumen JPNN.Com

Padahal, Ahok telah menerbitkan SK Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 yang memberikan izin kepada perusahaan properti itu untuk melakukan reklamasi Teluk Jakarta. Tak ayal, Ahok pun melaporkan tindakan Rizal kepada Presiden Jokowi.

Pendek kata, kisruh Pulau G merupakan salah satu ‘adegan panas’ dalam episode sebelum reshuffle dilangsungkan.

Tanduk Banteng Tumpul?
Fenomena lain yang juga menarik untuk kita cermati adalah tidak ampuhnya desakan PDI Perjuangan, partai pemenang Pemilu dan Pilpres 2014 yang meminta Presiden Jokowi agar mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno melalui rekomendasi Pansus Pelindo di DPR. Presiden Jokowi seolah menganggap pekik lantang PDIP hanya angin lalu.

Mantan Gubernur DKI yang kerap disebut petugas partai itu justru tetap mempertahankan Rini dan Sofyan Djalil yang dibidik Pansus Pelindo. Praktis, partai berlambang banteng dengan tanduk tajam tersebut tidak mendapatkan apa-apa dari refhuffle kabinet kali ini.

Tak ada nama populer seperti Maruarar Sirait, TB Hasanuddin atau Rieke Diah Pitaloka yang kerap digadang-gadang masuk kabinet untuk menambah jatah kursi menteri bagi PDIP. Apakah tanduk banteng kini tumpul? Mungkin analogi itu terlalu berlebihan, tapi yang jelas hubungan antara Jokowi dan PDIP tampak agak merenggang.

Justru Jokowi kini semakin menguning. Apa pasal? Berdekatan dengan momentum reshuffle kabinet, Partai Golkar membuat beberapa manuver politik yang mengagumkan.

Tanpa ragu partai pimpinan Setya Novanto ini mengumukan deklarasi ganda, yaitu mendapuk Jokowi sebagai calon presiden 2019 dan mengusung Ahok menjadi calon gubernur pada Pilkada DKI 2017. Kini, Jokowi dan Ahok bisa berteduh sementara waktu di bawah rindangnya rimbun beringin.

Golkar menyalip PDIP dalam sekejap dan Setya Novanto menerima ganjaran tambahan kursi kabinet dengan masuknya Airlangga Hartarto sebagai menteri perindustrian menggantikan Saleh Husin. Dengan demikian Golkar punya tiga kader resmi di kabinet, yaitu Luhut Pandjaitan, Nusron Wahid dan yang terbaru Airlangga Hartarto.

TERLALU naif rasanya apabila kita menganggap peristiwa reshuffle kabinet sebagai sebuah hak prerogatif semata seolah hanya fenomena politik biasa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News