Benang Kusut KBI dan Interpelasi

Benang Kusut KBI dan Interpelasi
Benang Kusut KBI dan Interpelasi
Yang lebih penting lagi, hasil-hasil pertanian itu sudah bisa dimonetisasi tidak lama setelah panen terjadi. Volume perdagangan kita jadi melonjak. Perhitungan terhadap GDP juga bisa berubah.

Memang tidak gampang membuat sistem perdagangan komoditas ini berjalan. Direksi KBI sudah beberapa kali berganti, tapi jalan juga belum bisa ditemukan. Ide begitu banyak di masa lalu, tapi semuanya kuldesak. Ada benang kusut yang harus diurai. Hari Minggu akhir Maret lalu, diskusi benang kusut itu diadakan di ruang kerja saya di lantai 19 Kementerian BUMN. Hasilnya: kekusutan itu belum akan bisa diurai, tapi sudah kelihatan dari mana mulai menguraikannya.

Pertanyaan menggoda dalam diskusi itu: bagaimana KBI, sebagai perusahaan, bisa hidup lebih 10 tahun di tengah-tengah benang kusut seperti itu? Rupanya, naluri manusia di mana-mana sama: harus bisa hidup. Seperti apa pun keadaannya. Bagaimana pun caranya. Seberat apa pun kondisinya. Segersang apa pun lahannya. Naluri survival manusia inilah memang modal utama kehidupan.

Tidak terkecuali manusia Surdiyanto Suryodarmodjo yang kini menjabat direktur utama PT KBI itu. Sus, begitu panggilannya, sebenarnya sudah berusaha menghidup-hidupkan perdagangan komoditas berjangka. Berbagai cara dia lakukan. Berbagai upaya dia tempuh. Tapi, karena syarat-syarat hidupnya perdagangan komoditas berjangka itu banyak, tidak mudah menyatukannya. Bayangkan, ada 11 lembaga di luar KBI yang juga harus berjalan kalau mau KBI berfungsi.

ADA sebuah BUMN yang sebenarnya penting, tapi bernama PT KBI: Kliring Berjangka Indonesia. Bukan karena namanya itu yang salah, tapi memang sejak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News