Benarkah Masalah Papua Mendekati Magrib?

Perspektif Inter-Mestik dalam Kajian Resolusi Konflik

Benarkah Masalah Papua Mendekati Magrib?
Dr. Velix Wanggai, MPA

Fenomena kedua, yakni konsolidasi sayap diplomasi West Papua juga semakin tertata dengan hadirnya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Pertemuan tingkat tinggi Melanesian Spearhead Group (MSG) di Noumea, Kaledonia Baru, 20 - 21 Juni 2013, menjadi embrio hadirnya sebuah payung organisasi yang inklusif dan kedatangan para Menteri Luar Negeri dari MSG ke Indonesia (termasuk ke Jayapura). Selanjutnya, dalam Special MSG Leader's Summit di Port Moresby, pada 26 Juni 2014 menghasilkan Komunike. Dalam komunike itu untuk mengundang semua kelompok West Papua untuk membentuk sebuah payung organisasi yang bersatu dan inklusif untuk berkonsultasi dengan Indonesia. Alhasil, lahir ULMWP pada akhir 2014 di Vanuatu. Selanjutnya, masuknya ULMWP sebagai observer di MSG menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Indonesia di dalam mengelola diplomasi publik di Pasifik.

Sedangkan fenomena ketiga, internasionalisasi isu Papua juga semakin mendapat ruang di forum PBB dan fora internasional lainnya. Sejumlah Kepala Negara dari Pasifik mengangkat isu Papua baik di forum Majelis Umum PBB, di forum Dewan HAM, dan di forum Komisi Dekolonisasi. Terakhir muncul Pacific Coalition for West Papua yang terdiri dari 7 negara-negara Pasifik. Di akhir Juli 2017 lalu, pertemuan regional ke-14 Majelis Gabungan Parlemen ACP - EU di Port Vila, Vanuatu juga menyoroti soal pelanggaran HAM di Tanah Papua.

Terakhir, Papua yang terletak di Pasifik, sebenarnya saat ini berada dalam 'a new cold war' atau perang dingin baru antara China dan Amerika Serikat. Kedua negara sangat gencar untuk memantapkan "the influence zone" di negara-negara di Pasifik, termasuk di Pasifik Selatan. Membaca perpanjangan PT. Freeport Indonesia pada 29 Agustus 2017, sebenarnya diletakkan pula sebagai upaya Amerika Serikat untuk mempertahankan dominasi kehadiran Indonesia di Pasifik, khususnya di Tanah Papua.

Masih terdapat sejumlah peristiwa di level internasional yang bisa diurai satu persatu untuk menjelaskan bahwa fenomena internasionalisasi isu Papua meningkat dan meluas dalam geo-politics internasional dan kawasan Pasifik.

Mengurai Masalah Domestik

Tanah Papua menjadi agenda Negara dari masa ke masa. Setiap era pemerintahan memiliki gaya kepemimpinan dan pilihan kebijakan (policy choices) yang berbeda sesuai konteks dan setting persoalan. Namun, menarik pandangan dari mantan Gubernur Barnabas Suebu yang pernah mengatakan bahwa persoalan utama yang kita hadapi adalah soal perbedaan persepsi di antara para aktor dalam melihat apa yang dihadapi di - dan - untuk Tanah Papua. Misalnya, Gubernur Suebu mecontohkan, perbedaan persepsi antara policy makers di Jakarta dan rakyat Papua dalam memaknai apa substansi dan filosofi mendasar dari Otonomi Khusus.

Kita menyadari telah banyak pihak dalam memetakan akar persoalan dan symptom (gejala tampak) di Tanah Papua.

Bagi Negara, pemetaan isu dan agenda setting telah tampak dalam perencanaan nasional, sebagaimana di dalam RPJMN Tahun 2015 - 2019. Dari persoalan yang bersifat teknokratis di Papua, akhirnya ada pendekatan sektoral untuk Tanah Papua dan pendekatan kewilayahan untuk Papua.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News