Benny Tjokro Mengadukan Hakim yang Memutus Perkara Jiwasraya ke KY

Benny Tjokro Mengadukan Hakim yang Memutus Perkara Jiwasraya ke KY
Tim kuasa hukum Benny Tjokrosaputro mengadukan majelis hakim ke KY. Foto: source for JPNN

Dia mengibaratkan Benny telah dihukum penjara seumur hidup hanya dengan surat edaran di lingkungan MA. Sementara itu, SEMA nomor 7 tahun 2012 hanyalah petunjuk teknis pelaksanaan tugas bagi pengadilan dan bukan termasuk jenis perundang-undangan.

Selain itu, kata Gora, tidak profesionalnya hakim bisa dilihat dari kekeliruan fatal ketika memberikan pertimbangan hukum terkait unsur merugikan keuangan negara. Di situ majelis hakim masih menggunakan delik formil.

Seharusnya setelah adanya putusan MK Nomor 25/ PUU-XIV/2016, kata dia, menghitung kerugian negara tidak lagi menggunakan delik formil, melainkan materiil. 

Artinya, ujar Gora, kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata (factual loss), dan tidak lagi bersifat potensi (potential loss).

Dalam kasus Benny Tjokrosaputro, kata dia, pertimbangan majelis hakim secara jelas menyatakan tidak terbukti adanya kerugian negara secara nyata (factual loss).

Kemudian, ujar Gora, tidak profesionalnya majelis hakim terlihat dalam putusan yang tidak mampu memisahkan harta pribadi dan perusahaan untuk dirampas negara.

Putusan majelis hakim, kata dia, menyatakan Benny bersalah sebagai pribadi. Namun, dalam putusan perampasan, harta benda yang tercatat dan terdaftar atas nama Benny atau perusahaan milik pihak ketiga bisa dieksekusi.

"Ketidakprofesionalan hakim dalam menjatuhkan putusan merampas harta benda tersebut telah mengakibatkan banyaknya pengajuan keberatan Pasal 19 UU Tipikor ke pengadilan hingga mencapai lebih dari 100 pihak pengadu keberatan," kata Gora.

Benny Tjokrosaputro mengadukan majelis hakim yang mengadilinya di kasus Jiwasraya ke Dewan Pengawas Mahkamah Agung (Dewas MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News