Berdasarkan 4 Hal Ini, ICW Tuduh Kejagung Menutupi Kasus Pinangki

Berdasarkan 4 Hal Ini, ICW Tuduh Kejagung Menutupi Kasus Pinangki
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari saat mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) merasa banyak yang aneh dari langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memproses hukum Pinangki Sirna Malasari. Karena itu, ICW mengirimkan surat permintaan informasi terkait perkembangan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik Jaksa penyidik perkara Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan (Komjak), Jumat (15/1).

"Sebagaimana diketahui pada 14 Oktober 2020 yang lalu, ICW melaporkan tiga orang Jaksa Penyidik dalam perkara dugaan penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang dengan tersangka Pinangki Sirna Malasari. Kala itu, ICW menyampaikan empat argumentasi dalam pelaporan tersebut," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan yang diterima.

Pertama, kata dia, Jaksa Penyidik tidak menggali kebenaran materiel dari pengakuan Pinangki. Poin besar yang hingga saat ini pun gagal untung diungkap oleh Kejaksaan Agung adalah bagaimana Djoko S Tjandra dapat percaya begitu saja dengan Pinangki.

"Sedangkan ia tidak mempunyai jabatan khusus di Kejaksaan Agung? Selain itu, apa yang dilakukan Pinangki dalam rangka suksesi pengurusan permintaan fatwa di Kejaksaan Agung?" tanya Kurnia.

Kedua, kata Kurnia, Jaksa Penyidik juga diduga tidak menindaklanjuti temuan pemeriksaan Pinangki di Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas). Dalam dokumen yang diduga merupakan hasil pemeriksaan Pinangki di Jamwas, sempat disebutkan bahwa Pinangki melaporkan hasil pertemuan dengan Djoko S Tjandra kepada pimpinan.

"Pertanyaan lebih lanjut, siapa pimpinan yang dimaksud oleh Pinangki?" kata dia.

Ketiga, kata Kurnia, Jaksa Penyidik tidak mendalami peran pihak-pihak yang selama ini diisukan terlibat dalam perkara tersebut. Misalnya, nama-nama dengan inisial tertentu, seperti BR, HA, dan juga istilah “Bapakmu” dan “Bapakku”.

"Padahal, sebelum berkas perkara dilimpahkan ke persidangan, aparat penegak hukum wajib menggali seluruh keterangan dan mencari bukti-bukti yang menguatkan terjadinya tindak pidana," kata dia.

Indonesia Corruption Watch (ICW) merasa ada empat keanehan dari langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memproses hukum Pinangki Sirna Malasari. ICW pun melapor ke Komjak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News