Beribu Keruwetan untuk 8.000 Hektare Lahan

Beribu Keruwetan untuk 8.000 Hektare Lahan
Beribu Keruwetan untuk 8.000 Hektare Lahan

Tidak lama lagi sisa tanah 4.000 hektare itu pun akan menyusut. Sekarang pun masalah itu sudah rumit. Tapi, kalau tidak diselesaikan, akan lebih rumit lagi.

Berbuat atau tidak berbuat?
Aset BUMN (PTPN II) itu perlu diselamatkan atau tidak? Haruskah pendudukan itu dibiarkan? Sudah berapa tahun "pembiaran" itu dilakukan?

Rasanya memang lebih aman membiarkan itu daripada mengurusnya. Tapi, untuk apa ada pemerintah?

Maka, saya minta direksi PTPN II untuk mencari jalan terbaik. Memang penuh risiko, tapi cobalah berbuat sesuatu. Atau bom ini akan meledak. Tinggal tunggu waktu. Saya menyadari tugas itu tidak mudah. Risikonya luar biasa: bisa masuk penjara, bahkan kehilangan nyawa.

Satu hal yang sudah pasti: kawasan yang sudah masuk Kota Medan itu tidak mungkin lagi dikembalikan menjadi areal perkebunan. Pasti tidak akan pernah bisa panen. Bahkan sudah tidak rasional. Perkebunan kok di dalam kota. Mengusir ribuan rumah permanen itu juga hil yang mustahal. Bisa terjadi revolusi.

Mereka memang tidak akan pernah bisa mendapat sertifikat tanah. Tapi, kenyataannya, mereka sudah bisa mewariskannya dan memperjualbelikannya.

Yang lebih pasti lagi: pemerintah sudah melarang kawasan itu dijadikan perkebunan. Tata ruangnya sudah berubah.

Berbuat atau tidak berbuat?

Berbuat atau tidak berbuat Berbuat berisiko Tidak berbuat tidak berisiko Berbuat? Tidak perlu berbuat? *** BERBUAT atau tidak berbuat. Itulah yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News