Berkaca dari Dubai, Bercermin di Negeri Sendiri

Berkaca dari Dubai, Bercermin di Negeri Sendiri
Berkaca dari Dubai, Bercermin di Negeri Sendiri
Sore itu berhenti di beberapa bukit untuk memberi kesempatan penumpang berfoto-foto. Sekaligus menyaksikan hamparan pasir sejauh mata memandang, dan sun set yang remang-remang. Tidak setajam matahari di semua tempat di Indonesia, yang sangat tegas bulatannya. Perjalanan berakhir di sebuah camp, yang sudah di-setting seperti suasana Arab zaman dulu. Ada bar, tempat mengambil minuman di satu sudut. Ada sheesha, merokok gaya Arab dengan berbagai flavours dan dibuat sambil lesehan. Ada penjualan souvenir dari pasir dan botolbotol. Ada beberapa onta yang diparkir di dekat lembah itu. Setiap tamu masuk diberi welcome drink berupa kopi Arab pahit dan dicampur kurma sebagai pemanisnya. Yang ingin henna painting di tangan, kaki, dan perut juga sudah ada ahlinya. Yang ingin ski pasir juga sudah disiapkan track-nya. Makan malam ala barbeque disiapkan setelah matahari terbenam. Semua diakhiri dengan, show tari perut, diiringi musik khas padang pasir.

:TERKAIT Satu paket per kepala sekitar 200 Dirham, sekitar Rp 480 ribu. Itulah cara tourism Dubai menggarap hal-hal yang sebelumnya dianggap sepele. Kalau Ir Ciputra bilang, “Mengubah sampah dan rongsokan, menjadi emas!” Kreativitas tinggi memang biasa hinggap di saat-saat kritis dan terjepit. Asal jangan menjual paket kemiskinan di sepanjang jalur sungai yang kumuh, yang sempat menjadi bahan kontroversi itu? Ada juga big bus tours, berkeliling kota dengan bus tingkat, yang atas dibuat tanpa atap separohnya. Persis bus untuk sightseeing tour yang bisa ditemui dalam city tour di London, Hongkong, Abu Dhabi, Philadelphia, Shanghai dan Perth. Dengan membeli tiket bus itu sudah sekaligus free masuk museum Dubai, masuk ke rumah Sheikh Saeed Al Maktoum, voucher discount di 150 toko, makan siang eksklusif di Jumeirah Emirates Tower dan free tiket metro- RTA bus air yang menyeberangi teluk the creek yang amat bersejarah di Dubai. Masih ada bentuk wisata kota yang lain, yang membuat kita harus berkaca.

Apa yang bisa dijual dari kota kita? Tidak harus mahal dan jauh. Cukup mengeksplorasi apa yang kita punya, dan mengemaskan dengan teknik yang sempurna. “Dubai ini semua buatan tangan manusia, tidak banyak yang dirancang oleh Tuhan. Kita jauh lebih berpotensi, jika spirit mengembangkannya lebih kuat!” jelas Sapta Nirwandar, Dirjen Pemasaran Kemenbudpar RI. Lalu apa yang membuat kita selalu terlambat berkreasi? Kecuali Bali, yang memang sudah acceptable terhadap turisme. Pertama, perlu ditambah product development. “Orang Timur Tengah suka kehidupan malam, jam 10-11 malam harus ada restoran yang cocok dengan selera mereka. Saya sedang mencari kerjasama dengan pimpinan daerah, seperti Solo, Surabaya, Jakarta Pusat, dll karena di zaman otonomisasi ini harus betul-betul sesuai dengan visi dan misi kotanya,” kata Sapta. “Aksesibilitas itu juga harus diperkuat. Perbanyak penerbangan yang direct, tidak hanya Garuda saja, tetapi juga airlines yang lain.

Silakan memperbanyak jalur ke Indonesia, agar harga semakin kompetitif. Ada Emirates, Qatar, Kuwait, Saudi, dll. Itu juga yang dilakukan oleh Malaysia dan Thailand,” jelasnya. Perlakuan ground services, kata Sapta juga vital. Sejak turun di airport, imigrasi, jangan diperlambat, jangan dipersulit. Bea cukai dan kepabeanan juga harus klir. “Jalan keluar airport, sampai naik ke taksi pun harus merasakan atmosfer yang nyaman. Setelah itu, baru informasi yang detail soal objek wisata di kota yang bersangkutan. Informasi ini penting, karena mereka akan mencocokkan temuan eksplorasi mereka dengan kenyataan di lapangan,” ungkap Sapta yang didampingi Direktur Pemasaran Luar Negeri, Noviendi Makalam. Artinya, Direktorat Jenderal Pemasaran sudah melakukan berbagai upaya strategis, tinggal bagaimana internal dan pelaku bisnis dalam negeri menangkap peluang itu.

Padang pasir! Apa lucunya? Kecuali bikin sepatu berdebu, muka dan rambut kotor, dan harus melindungi mata dengan kacamata? Mau tertawa saja harus

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News