Bisnis Besar Dibalik Perang Anti Rokok

Bisnis Besar Dibalik Perang Anti Rokok
Bisnis Besar Dibalik Perang Anti Rokok
Pada tahun 1990-an perusahaan-perusahaan Pharmasi itu mulai membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga kesehatan publik. Dan pada tahun 1991- Robert Wood Johnson Foundation (RWJF) - pemegang saham tunggal terbesar Johnson & Johnson memulai program hibah anti tembakau, mendanai program-program anti tembakau dan riset kecanduan nikotin. Kemudian, pada tahun 1995 RWJF berhasil menempatkan wakilnya di Komite Antarlembaga AS untuk Rokok dan Kesehatan, membantu mengordinasi pengendalian tembakau nasional. Setahun berikutnya, 1996 Centers for Disease Control memasukkan RWJF sebagai mitra pengendalian tembakau.

Gebrakan RWJF kemudian diikuti korporasi industri pharmasin lainnya, seperti  Glaxo Welcomme, Novartis dan Pharmicia yang pada tahun 1999 mengumumkan diri telah bermitra dengan WHO dan mencanangkan perang terhadap nikotin. Pada akhirnya, badan kesehatan publik global ini pun hanya bisa menari mengikuti iringan gendang yang ditabuh oleh perusahaan-perusahaan farmasi itu. Sebab, kampanye anti tembakau dimulai melalui menaikkan pajak tembakau, mencap jahat bagi nikotin, mengeluarkan larangan merokok dan berhenti merokok melalui produk-produk farmasi tertentu, kampanye berhenti merokok, serta menawarkan rangkaian penanganan bagi pecandu rokok.

Berbagai kampanye itu, kata Wanda Hamilton jelas hanya menguntungkan para produsen farmasi itu. Karena itu pula, perusahaan farmasi itu berani membiayai

kampanye global untuk badan-badan pengendali tembakau global di Chicago pada tahun 2000, yakni Konferensi  Dunia tentang Tembaau dan Kesehatan ke 11. Melalui langkahnya itu, perusahaan-perusahaan farmasi mengklaim sudah berada di jalur yang benar dalam memenangkan perang nikotin. (aj/jpnn -bersambung)

Aktivitas merokok menjadi komoditi bisnis industri  farmasi, yang kini sedang gencar membunuh industri tembakau. Fenomena ini terungkap dalam 


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News