Bisnis e-Money, Bank Bisa Kalah oleh e-Commerce
jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonenesia (BI) mengizinkan penarikan biaya transaksi (fee) dari aktivitas isi ulang uang elektronik atau e-money.
Rencana pernarikan fee tersebut berlaku untuk pengisian ulang (top up) saldo uang elektronik berbasis kartu.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengungkapkan, pengenaan fee dari top up saldo kartu uang elektronik bisa menjadi salah satu sumber fee based income bagi bank.
Namun, di sisi konsumen, jika jumlah fee-nya besar, tentu hal tersebut akan memberatkan.
Selain itu, BI harus mempertimbangkan dengan matang batasan fee yang diperbolehkan.
Sebab, perbankan tengah bersaing ketat dalam bisnis uang elektronik.
Bukan hanya dengan sesama bank, tapi juga dengan perusahaan financial technology (fintech) dan e-commerce yang menyediakan layanan pembayaran nontunai.
Layanan pembayaran nontunai dari fintech dan e-commerce sering tidak mengenakan fee kepada konsumen.
Bank Indonenesia (BI) mengizinkan penarikan biaya transaksi (fee) dari aktivitas isi ulang uang elektronik atau e-money.
- Pembiayaan Kredit UMKM Bank DKI Tembus Rp 5,2 Triliun di Kuartal 1 2024
- Gerindra Apresiasi Kinerja Bank Mandiri pada Kuartal Pertama 2024
- Edukasi Investasi, Bibit.Id Jelaskan 3 Alasan Beli Sukuk Seri ST012
- Triwulan I 2024, Bank Raya Salurkan Kredit Digital Capai Rp 4 Triliun
- Tingkatkan Literasi Digital Keuangan, Bank Jago Lakukan Berbagai Inovasi dan Kolaborasi
- Rasio Kredit Berisiko LB Bank Turun di Bawah 35 Persen, Ini Penyebabnya