'Brutal dan Mencekam, Itulah yang Kami Hadapi'

'Brutal dan Mencekam, Itulah yang Kami Hadapi'
Rombongan Legiun Veteran Republik Indonesia Cabang Banjarmasin saat berziarah ke Makam Pahlawan Nasional Brigjen Hasan Basry di Liang Anggang, Banjarbaru, kemarin (2/1). Foto: Syarafuddin/Radar Banjarmasin/JPNN.com

"Kalau roketnya meluncur bareng, bunyinya seperti serbuan tawon, wung-wung-wung," kata Sukarno.

Ia lahir di Kediri pada 8 Oktober 1956. Ikut sang kakak, Sukarno menetap di Banjarmasin pada tahun 1968. Sementara Nanang lahir di Banjarmasin pada 18 Agustus 1956.

Salah satu senjata andalan regu STTB adalah BO-10. Bobotnya mencapai 152 kilogram. Karena mustahil menariknya melewati gunung dan hutan, senjata itu harus dibongkar.

Lalu dirakit ulang setiba di lokasi pertempuran. "Karena masih muda dan kuat, kami jadi kuda pemikul beban," imbuhnya tertawa.

Jika dibongkar, dari kuda-kuda sampai laras, diperoleh empat bagian. Beban puluhan kilogram itu dipikul bergantian.

Belum termasuk peluru, satu peluru beratnya hampir enam kilogram. Satu personel diwajibkan memanggul empat peluru.

"Jadi di badan ada peluru seberat 24 kilogram, ditambah ransel berisi baju dan ransum," ujarnya.

Sukarno lima kali bolak-balik bertugas ke Timor Timur, sedangkan Nanang empat kali. Tugas yang paling dikenang Nanang adalah perebutan Gunung Ramelau di Distrik Ainaro.

PROVINSI Timor Timur lepas dari NKRI berdasar hasil referendum 1999. Kini, hati Sukarno remuk. Ia teringat 12 sahabat yang gugur di Bumi Loro Sae.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News