Bubur Jagung

Oleh: Dahlan Iskan

Bubur Jagung
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Itulah pelabuhan untuk mengangkut kayu gelondongan di masa nan lalu. Yang kemudian menganggur setelah hutan Tambora gundul.

Paling, sekarang, hanya dipakai sesekali. Untuk mendatangkan gula rafinasi. Diolah dijadikan gula di pabrik rafinasi baru di dekat situ.

Untuk tahun ini sudah terlambat. Sudah telanjur Mei. Seperti tahun lalu. Dan tahun-tahun sebelumnya.

Dompu adalah kisah sukses kebangkitan petani jagung Indonesia. Melebihi Gorontalo yang legendaris itu. Semangat menanam jagung mewabah cepat bak virus Omicron.

Sebenarnya panen jagung itu bisa diatur. Sedikit. Jagung beda dengan padi. Buah jagung bisa dibiarkan sementara di pohonnya. Bisa bertahan sampai satu bulan. Asal kelobotnya tidak dikupas.

Namun, petani ingin cepat dapat uang. Sebagian juga ingin cepat menanam lagi. Ketika harga mulai turun petani panik. Takut lebih turun lagi. Dipanen saja.

Sebenarnya, masuk akalkah ide gubernur Zulkieflimansyah itu? Untuk mengekspor kelebihan jagung itu?

Dari segi harga, ide itu sangat masuk akal. Harga jagung impor, andai diperbolehkan, ada di angka Rp 6.000/kg. Berarti harga di luar negeri lebih tinggi dari Rp 4.100/kg.

Maka doa pembaca Disway akan dikabulkan: ya Tuhan mohon harga Rp 4.100 itu jangan turun lagi. Masih sekitar 2 juta ton yang harus dipanen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News