Budaya Baku Pasiar, Indahnya Toleransi Antarumat Beragama

Budaya Baku Pasiar, Indahnya Toleransi Antarumat Beragama
Budaya Baku Pasir, warga nonmuslim pun ikut merayakan lebaran. Foto: Mesya Mohamad/JPNN.com

Seperti pengakuan Tanjan Hidayah. Momentum lebaran sangat indah karena tidak hanya dirayakan umat muslim tapi juga nonmuslim. Dengan baku pasiar membuat hubungan kekekuargaan makin kuat.

"Senang sekali dengan kedatangan teman-teman maupun tetangga nonmuslim. Tiap tahun kami saling baku pasiar. Lebaran kami didatangi, saat Natal kami yang mendatangi," ujar Tanjani kepada JPNN, Senin (18/6).

Tanjani yang pernah tinggal di luar Manado ini mengaku, suasana hari raya di Kota Kawanua sangat kental karena ada budaya baku pasiar. Mulai anak kecil hingga orang tua sangat antusias menyambut hari raya Idulfitri. Tak heran setiap lebaran suasana kota ramai. Demikian juga sebaliknya saat natal.

Suasana yang sama juga dirasakan Najwa Arbie. Tetangga dekatnya yang beragama non muslim sangat bersemangat menyambut lebaran.

"Kalau lebaran yang datang pasiar kebanyakan tetangga dan teman-teman non muslim. Yang muslim hanya silaturahmi usai salat Idulfitri," ujar Najwa.

Baik Tanjani maupun Najwa ingin agar budaya baku pasiar tetap dipertahankan. Ini agar kerukunan antarumat beragama di Sulawesi Utara (Sulut) tetap terjaga.

Torang samua basudara (kita semua bersaudara). Semboyan yang mengakar di Manado dan menjadi benteng pertahanan menangkal provokasi negatif dibungkus isu SARA. (esy/jpnn)


Dengan budaya Baku Pasiar yang masih terjaga hingga saat ini, warga Manado mampu membangun keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama.


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News