Busyro Muqoddas Bandingkan Kasus Novel Baswedan dengan Pembunuhan Wartawan Fuad Syafruddin

Busyro Muqoddas Bandingkan Kasus Novel Baswedan dengan Pembunuhan Wartawan Fuad Syafruddin
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK, Novel Baswedan. Foto: ANTARA/Rivan Lingga

jpnn.com, JAKARTA - Teror terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, sebagai teror bermata dua, baik untuk sang penyidik maupun untuk lembaga penegak hukum itu sendiri.

"Karena (penyerangan) Novel Baswedan tidak bisa dilepaskan duduk tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyidik di KPK," kata mantan anggota KPK periode 2010-2015, Busyro Muqoddas dalam diskusi virtual yang diselenggarakan ICW, Jumat (19/6).

Novel diserang di dekat rumahnya, di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017. Dari serangan memakai air keras kepada mukanya itu, dia kehilangan mata kirinya.

Selang dua tahun, Kepolisian Indonesia mengumumkan dua orang penyerang dia, yaitu oknum polisi bernama Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, yang menyerang dia dengan motif dendam masa lalu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam sidang 11 Juni 2020 lalu menuntut satu tahun penjara kepada mereka berdua.

Busyro lalu membandingkan kasus Baswedan dengan pembunuhan wartawan Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, pada 1996.

Menurut dia, yang menewaskan wartawan ini latar belakang pemberitaan dugaan korupsi di Pemda Bantul.

"Yang menarik ketika pengacara terdakwa Iwik yaitu pengacara yang independen berhasil mengungkap sisi-sisi gelap dari apa yang didakwakan kepada Iwik ini, akhirnya sidang berubah dari skenario oleh polisi sampai akhirnya jaksa menuntut bebas saudara Iwik dan hakim membebaskan terdakwa Iwik dari semua dakwaan," kata dia.

Busyro Muqoddas menyatakan teror terhadap penyidik KPK Novel Baswedan sebagai teror bermata dua.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News