Cancel Culture

Oleh Dahlan Iskan

Cancel Culture
Dahlan Iskan di ruang perawatan pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di Surabaya. Foto: disway.id

Di adegan selanjutnya pun kita tidak tahu siapa urutan wayang yang muncul ke layar. Banyak unsur kejutannya.

Seno adalah Ki Manteb dalam bentuk yang lebih maju. Juga lebih kreatif. Meski juga lebih 'rusak-rusakan'. Dengan aransemen gamelan yang juga  lebih kaya dan lebih masa kini.

Setelah pulang dari RS kemarin saya ragu: apakah masih punya waktu untuk mengamati perkembangan wayang kulit seintensif ini.

Saya bangga: wayang kulit, tontotan utama saya masa kecil, mengalami kemajuan begitu pesat. Adegan perangnya juga sudah lebih jumpalitan. Pakai salto segala.

Saya tidak tahu siapa duluan memulai adegan salto itu: Bayu atau Seno.

Namun Ki Manteb memang masih top. Termasuk dalam adegan perang.

Ki Manteb menyiapkan wayang khusus untuk adegan bunuh-membunuh. Ketika Durna dibunuh, misalnya, kepala wayangnya bisa terpisah sungguhan dengan badan wayang. Lalu kepala Durna itu dijadikan bal-balan sungguhan.

Demikian juga ketika Werkudara membunuh Dursasana. Tangan wayang Dursasana bisa dimutilasi. Demikian juga kakinya.

Tidak terhitung berapa lakon yang saya lihat. Yang terbanyak yang dimainkan dalang Seno Nugroho yang dari Jogja itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News