Catat Cerita Para Eksil yang Ingin Mati di Tanah Kelahiran

Ari Junaedi, Raih Doktor berkat Teliti Pelarian Politik Tragedi 1965

Catat Cerita Para Eksil yang Ingin Mati di Tanah Kelahiran
KORBAN 1965: Ari Junaedi (kanan) bersama keluarga Imam Soedjono di Biljmer, Belanda pada pertengahan 2007. Imam adalah seorang tokoh pelarian politik (eksil). Foto : Dokuken Pribadi for Jawa Pos
Ari menyatakan tertarik meneliti kiprah eksil karena pertimbangan kemanusiaan. "Saya merasa, banyak ketidakadilan yang dituduhkan kepada orang-orang yang distigma PKI," katanya saat ditemui di rumahnya sehari setelah ujian disertasi.

 

Ide untuk meneliti para eksil tersebut sebenarnya muncul saat Ari masih kuliah di Universitas Indonesia. Dia kuliah di dua fakultas sekaligus. Yakni, Jurusan Kimia FMIPA (1986?1990) dan Hukum Kekhususan Ekonomi FH (1988?1994). "Sejak mahasiswa, saya tertarik mencari referensi tentang eksil," ungkapnya.

 

Dia semakin intens bergaul dengan orang-orang yang dituduh PKI saat terjun ke pers. Ari pernah terlibat di Pusat Data dan Analisis Majalah Tempo (1994), redaktur majalah Sinar (1995), reporter "Derap Hukum" Liputan 6 SCTV (1995), asisten produser Fokus-Indosiar (1996?2001), dan asistant manager gathering Program Berita Lativi (2002?2004).

 

"Dari berbagai liputan, wawasan saya semakin terbuka atas berbagai ketidakadilan yang diciptakan penguasa pemerintah kita terhadap para eksil," katanya. "Karena itu, begitu masuk program doktor, saya terobsesi untuk menulis disertasi soal eksil tersebut," terang pria kelahiran Malang, 19 November 1967, itu.

 

Para pelarian politik (eksil) tragedi G 30 S PKI 1965 menarik untuk diteliti. Itulah yang dilakukan Ari Junaedi, dosen FISIP UI, untuk meraih gelar

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News