Chandra Menilai Mahkamah Konstitusi Melampaui Kewenangan, Diskriminatif

Chandra Menilai Mahkamah Konstitusi Melampaui Kewenangan, Diskriminatif
Ketua Hakim MK Anwar Usman saat memimpin sidang putusan gugatan uji materi UU Pemilu terkait syarat capres dan cawapres di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan angkat bicara merespons putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi mengenai norma batas usia capres-cawapres.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya dalam gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) itu mengubah batas usia capres-cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Chandra Menilai Mahkamah Konstitusi Melampaui Kewenangan, DiskriminatifKetua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan. Ilustrasi Foto: dokpri Chandra

Putusan itu dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan pada Senin (16/10).

Chandra dalam pendapat hukumnya menyatakan putusan MK itu membuka peluang terjadi politik dinasti, yaitu dengan hanya dikabulkannya klausul minimal pernah berpengalaman menjadi kepala daerah.

"Itu hanya mengakomodasi pihak yang ada di kekuasaan atau hanya diperuntukkan bagi yang sudah berada di kekuasaan," kata Chandra dalam keterangan tertulis, Selasa (17/10).

Selain itu, dia memandang putusan MK tersebut tampak sangat diskriminatif, yaitu menutup peluang rakyat di bawah batas usia yang tidak pernah memiliki kekuasaan tidak dapat mengikuti kontestasi capres-cawapres.

"Kenapa MK tidak mengabulkan saja gugatan terkait batas usia minimal capres. Sebab, jika putusan batas usia dikabulkan maka semua warga negara bisa maju tanpa terkecuali," tuturnya.

Chandra Purna Irawan menuding Mahkamah Konstitusi (MK) telah melampaui kewenangan dan membuat putusan diskriminatif terkait usia capres-cawapres.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News