Cuaca Ekstrem Nelayan Tak Melaut

Cuaca Ekstrem Nelayan Tak Melaut
Cuaca Ekstrem Nelayan Tak Melaut
Solusi agar dapur tetap ngebul Damin menjelaskan, terpaksa istrinya yang mencari nafkah tambahan dengan ikut membantu para bandar rajungan mengupas kulit rajungan untuk kepentingan ekspor. Setiap hari dengan durasi waktu 5 sampai 6 jam mengupas kulil rajungan yang keras hanya dengan mengandalkan kedua tangannya dengan upah Rp20ribu sampai 30 ribu tergantung dari banyaknya rajungan yang dikupas. "Ya lumayan mas untuk tambahan uang dapur dan jajan anak-anak," jelasnya.

Ia pun berharap agar kondisi cuaca yang ektrem ini segara berakhir dan kami para nelayan tradisional bisa kembali melaut guna mencari nafkah untuk keluarga. "Ini kan alam, jadi tidak ada yang menduga, ya kami hanya bisa berharap bisa segera normal cuaca ini," ungkapnya.

Hal yang sama juga dialami oleh nelayan di Desa Citemu, Kecamatan Mundu. Angga misalnya, ia sudah dua hari ini tidak melaut karena cuaca buruk yang menyebabkan gelombang laut tinggi yang mencapai 1,5 meter ditambah tak adanya ikan di perairan pinggiran Laut Jawa. "Sejak dua hari lalu kami hanya bekerja untuk memperbaiki jaring dan membersihkan perahu, karena laut sedang tak baik," katanya.

Berbeda dengan nelayan di Desa Mundupesisir yang tetap nekat melaut meski kondisi cuaca sedang ekstrem. Menurut Kuwu Mundupesisir, Agus Kholiq bahwa para nelayan yang ada didesanya sebagian besar terpaksa harus melaut dengan alasan urusan perut. "Jika tak melaut mereka mau makan apa" Cuaca ekstrem tak mempengaruhi mereka," tuturnya.

GEBANG--Sudah tiga hari, sejumlah nelayan di wilayah Gebang dan sekitarnya tak bisa melaut karena kondisi cuaca buruk yang melanda perairan Laut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News