Dari Petisi 50 ke Petisi 100

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Dari Petisi 50 ke Petisi 100
Presiden Kedua RI Soeharto sedang menelepon di kantornya di Bina Graha, Jakarta Pusat. Foto: Antara Foto

Kendati demikian, Soeharto bisa memberangusnya dengan cepat dan efektif, sehingga gerakan itu layu sebelum berkembang untuk kemudian mati.

Sekarang, lebih dari 40 tahun berselang gerakan petisi muncul lagi. Kali ini jumlah petisiwannya naik dua kali lipat menjadi 100 orang.

Mereka datang dari bermacam latar belakang. Di antara mereka ada 11 jenderal purnawirawan dan 1 orang kolonel. Salah satunya ialah Tyasno Sudarto, jenderal high profile yang pernah menjadi kepala staf Angkatan Darat (KSAD).

Ada juga para politikus senior dan aktivis yang selama ini sudah dikenal di lingkar gerakan oposisi, seperti Amien Rais, M. Hatta Taliwang, Syahganda Nainggolan, Sri Edi Swasono, dan Mudrick SM Sangidu.

Dari kalangan akademisi ada Prof. Widi A. Pratikto dan Prof. Daniel M. Rosyid. Keduanya dari Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya (ITS).

Tuntutan mereka jelas dan tegas, yaitu mendesak DPR dan MPR menggelar sidang umum untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo.

Dalam naskah petisi yang disebut sebagai ‘Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat’ terdapat 5 poin utama yang menjadi dasar untuk melengserkan Jokowi. Kondisi saat ini terlihat mirip dalam beberapa hal dengan kondisi ketika Petisi 50 muncul.

Yang pertama, Jokowi dianggap tidak bisa menjalankan amanatnya sebagai presiden karena tidak mengabdi kepada kepentingan rakyat dan lebih banyak mengabdi kepada kepentingan oligarki.

Petisi 50 berakhir dengan hampa dan para petisiwannya menjadi paria politik. Masih akan dilihat apakah Petisi 100 akan bernasib sama atau lebi baik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News