Di Dusun Ini Pria Harus Berani Menculik Perempuan

Di Dusun Ini Pria Harus Berani Menculik Perempuan
Talim bersama salah satu penduduk dusun yang tengah menenun. FOTO: SEKARING RATRI/JAWA POS

Akibatnya, banyak penduduk Dusun Sade yang putus sekolah. Talim sendiri menikah pada usia 18 tahun.

”Di sini, kalau ada anak gadis usia 19 tahun belum menikah, sudah dianggap perawan tua,” katanya.

Namun, tidak semua orang tua lantas setuju ketika anaknya diculik. Talim menceritakan bahwa dirinya sudah terbiasa menerima amukan orang tua perempuan yang diculik ketika membantu prosesi penculikan. Biasanya, mereka mengamuk jika putrinya diculik di usia yang masih sangat muda.

Misalnya yang dilakukan Wire Darje. Pemuda 24 tahun tersebut menculik kekasihnya ketika si gadis belum lulus SD.

Wire masih mengenyam pendidikan sekolah menengah atas ketika memutuskan untuk melakukan penculikan tersebut.

”Keluarganya ngamuk waktu tahu saya menculik anaknya. Saya juga didenda satu juta (rupiah) oleh sekolah gara-gara belum lulus dan menculik,” ujar Wire dengan polos.

Talim, yang ikut serta dalam prosesi penculikan tersebut, juga menjadi sasaran amuk keluarga si perempuan. ”Muka saya dicakar, rambut saya dijambak oleh ibunya,” kenangnya, lalu tersenyum kecut.

Setelah keduanya menikah pun, mertua Wire belum bersedia berdamai. Semua itu berubah ketika Wire dan sang istri akhirnya dikaruniai seorang putra yang diberi nama Ibrahim. Saat ini mertua Wire pun sangat sayang kepadanya.

Sebagian besar warga suku Sasak masih menjalani tradisi kawin culik. Tidak ada budaya meminang atau melamar. Si pria harus berani menculik perempuan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News