Di Sinilah Kenangan dan Surat-surat Kartini pada J.H. Abendanon Tersimpan Rapi

Tidak Boleh Lagi Diakses oleh Umum

Di Sinilah Kenangan dan Surat-surat Kartini pada J.H. Abendanon Tersimpan Rapi
Penulis. Feba Sukmana bersama Mr Lam Ngo dari KITLV saat membaca surat Kartini. FOTO: ist

Saya melangkah menuju perpustakaan Universiteit Leiden. Di perpustakaan tersebut, surat-surat asli tulisan tangan Kartini tersimpan. 

Ketika saya sampai, Mr Lam Ngo dari KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) menjemput di lobi dan mengajak saya ke bagian special collections. 

Mr Ngo lalu mengambil dus yang berisi ratusan surat Kartini. Semua ditandai dengan cermat, disusun berdasar tanggal pengiriman. "Koleksi ini adalah pemberian J.H. Abendanon pada 1986," jelas Mr Ngo. "Hampir semua surat di koleksi ini ditujukan kepada J.H. Abendanon atau istrinya, Rosa Abendanon," lanjutnya.

Saya mencermati daftar arsip yang diberikan Mr Ngo. Dus itu tidak hanya berisi surat-surat Kartini, namun juga surat-surat dari dua adik Kartini - Roekmini dan Kardinah- kepada keluarga Abendanon. 

Selain itu, terdapat kartu nama Kartini dan adik-adiknya (saya takjub, pada 1900 Kartini sudah punya kartu nama, bagus pula!) serta kliping artikel-artikel mengenai Kartini yang dimuat di media massa Belanda. 

Sebagian besar surat-surat tersebut tidak diterbitkan dalam buku Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang. Itu membuat saya penasaran ingin membaca suratnya satu per satu. "Kalau mau membaca secara detail, lebih baik baca dari microfiche saja," saran Mr Ngo sembari memperlihatkan microfiche, lembaran plastik solid mirip klise film. 

Sejak September 2012, manuskrip asli Kartini memang tidak boleh lagi diakses oleh umum. Sebab, semuanya sudah ditransfer dalam bentuk microfiche. Saya termasuk orang paling beruntung karena Mr Ngo memberi saya izin khusus untuk melihat dan memotret surat-surat asli tersebut.

Berada di tengah-tengah tulisan tangan Kartini merupakan pengalaman mengesankan. Sesungguhnya saya bukan pengagum fanatik Kartini. Membaca Habis Gelap Terbitlah Terang saja belum pernah. Namun, saat membaca surat-suratnya, saya jatuh hati pada kefasihan Kartini menggoreskan pena. 

Oleh: FEBA SUKMANA, kontributor JAWA POS (Induk JPNN) yang merupakan penulis dan pengajar bahasa Indonesia di Volksuniversiteit Rotterdam Matahari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News