Dilema Adaptasi Kehidupan Baru

Oleh Bambang Soesatyo*

Dilema Adaptasi Kehidupan Baru
Bambang Soesatyo. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - ALIH-alih siap menerapkan adaptasi kehidupan baru, kecemasan justru mulai tereskalasi.

Data terkini tentang lonjakan kasus Covid-19 di dalam negeri memaksa semua pihak harus bersabar. Sebab, belum semua elemen masyarakat patuh pada protokol kesehatan.

Fakta ini menjadi dilema untuk keinginan bersama beradaptasi dengan pola hidup baru (new normal). Lonjakan kasus selama beberapa pekan terakhir menjadi bukti ketidakpatuhan sebagian masyarakat pada protokol kesehatan.

Pekan ini, jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri sudah menembus level 100.000. Laju penambahannya pun terkesan makin cepat dan terus membesar.

Banyak yang mulai cemas karena belum jelas benar kapan kecenderungan seperti sekarang bisa dikendalikan. Apalagi, klaster baru mulai bermunculan di sejumlah tempat.

Di Jakarta, sepanjang pekan ini saja, sudah terdeteksi 613 klaster baru. Bahkan komunitas pekerja kantoran yang sebelumnya diasumsikan lebih prudent, justru  menjadi klaster yang mencatatkan ratusan kasus baru.

Benar bahwa persentase jumlah pasien yang sembuh juga cukup besar. Namun, fakta itu tidak boleh menjadi alasan untuk mengganggap remeh urgensi mematuhi protokol kesehatan.

Alasan pertama dan utama adalah virus corona (SARS-CoV-2) ini masih mewabah sehingga masih berpotensi menginfeksi banyak orang, sekarang dan di kemudian hari. Para ahli sekalipun tidak bisa menghitung durasi pandemi ini. Jika jumlah kasus terus bertambah, potensi kematian juga meningkat sebagaimana terjadi Amerika Serikat (AS) maupun Brazil.

Ada fakta yang menjadi penanda bahwa Jakarta, Jawa Timur dan beberapa kota lainnya memang belum siap menerapkan pola hidup baru di masa pandemi Covid-19.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News