Dinamika Suku Tengger, Antara Toleransi dan Pindah Keyakinan

Kades Islam atau Kristen, Yang Penting Merakyat

Dinamika Suku Tengger, Antara Toleransi dan Pindah Keyakinan
Warga Tengger usai menggelar sunatan massal.
Indahnya toleransi beragama bisa dilihat pada suku Tengger, salah satu komunitas tradisional yang terkenal dengan upacara Kasada. Dulu suku itu identik dengan Hindu. Kini, semakin banyak yang memeluk Islam (mualaf). Meski demikian, mereka yang berbeda keyakinan itu tetap saling toleran. Bagaimana komitmen tersebut bisa dijaga?

SURYO EKO P., Lumajang

MASYARAKAT Jawa Timur tentu tak asing dengan suku Tengger. Mereka adalah sekelompok orang yang tinggal secara turun-temurun di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, dengan tradisi Hindu yang sangat kuat. Keberadaan mereka menyebar di wilayah yang berbatasan dengan empat Kabupaten: Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang.

Khusus suku Tengger di wilayah Kabupaten Lumajang, ada fenomena menarik. Tepatnya, mereka yang tinggal di Kecamatan Senduro. Di sana sejak setahun lalu, jumlah suku Tengger yang menjadi mualaf semakin banyak. Bahkan, suku Tengger yang telah mualaf terbanyak berada di kecamatan tersebut.

Menurut catatan KUA (Kantor Urusan Agama) Kecamatan Senduro, sebanyak 227 orang suku Tengger pada 17 Mei 2007 mengikarkan diri menjadi muslim. Di antara jumlah itu, jika dirinci, 111 pria dan sisanya perempuan (116 orang). ”Pembaiatan kami lakukan secara masal di Masjid Baitussalam, Senduro,’’ kenang Ketua KUA Senduro Nanang Muryanto.

Ratusan orang suku Tengger yang dibaiat tersebut berasal dari 3 di antara 12 desa di Kecamatan Senduro. Tiga desa itu adalah Argosari, Wonocepokoayu, dan Burno. Mualaf suku Tengger terbanyak berasal dari Desa Argosari (125 orang).

Indahnya toleransi beragama bisa dilihat pada suku Tengger, salah satu komunitas tradisional yang terkenal dengan upacara Kasada. Dulu suku itu identik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News