Diselamatkan Pabrik Jamu, tapi Kehilangan Ibu Selamanya

Diselamatkan Pabrik Jamu, tapi Kehilangan Ibu Selamanya
Surliyadin (kiri ) berusaha melewati point guard CLS Knights Dimaz Muharri pada Speedy NBL Indonesia Preseason Tournament Mangupura Cup 2014 di GOR Purna Krida Kerobokan, Badung, Bali, 13 Oktober lalu. Foto: Boy Slamet/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - BENCANA memang membawa kepedihan. Tapi, selalu ada hikmah di baliknya. Misalnya, yang dialami Surliyadin, salah seorang korban tsunami Aceh yang kini sukses menjadi pemain basket profesional. Sekarang dia menjadi pemain inti JNE BSC Bandung Utama, salah satu klub kontestan NBL Indonesia.

Laporan Bagus Dimas, Jakarta

Sepuluh tahun telah berlalu. Namun, detik-detik bencana dahsyat tsunami Aceh masih terekam dengan jelas dalam ingatan Surliyadin. Itun, panggilan akrab Surliyadin, masih tidak percaya, Minggu pagi, 26 Desember 2004, itu merupakan momen terakhir dirinya bersama sang ibu, Anawiyah, di rumah sederhana di Jalan Paya Lhok, Pungo Jurong, Banda Aceh.

"Waktu itu enggak kepikiran sama sekali akan terjadi bencana besar. Kami sekeluarga berkumpul di rumah," ujar Itun ketika dihubungi kemarin (26/12), tepat sepuluh tahun bencana tsunami yang memorak-porandakan Aceh.

Gempa dahsyat 9,3 skala Richter yang mengguncang Bumi Serambi Makkah sontak membuat dirinya beserta seluruh keluarga –orang tua dan tiga kakaknya– berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Awalnya, Surliyadin dan keluarga mengira guncangan itu hanya gempa biasa. Mereka belum berpikir untuk mencari perlindungan ke tempat yang lebih tinggi.

Tapi, beberapa menit kemudian, kepanikan terjadi. Orang-orang berteriak-teriak ’’Awas air, awas air’’ sambil berlari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri. Itun bersama keluarga pun sontak semburat mencari tempat perlindungan. Sebab, air bah datang begitu cepat dan langsung menenggelamkan daratan di sekitar rumah Itun.

"Kami sekeluarga langsung lari semua menyelamatkan diri. Kami benar-benar panik," kenang pria kelahiran Aceh, 19 Agustus 1990, tersebut.

Semula, Itun masih bersama orang tuanya, Zulkifli dan Anawiyah, serta tiga kakaknya, Tina Julia (saat itu hamil tujuh bulan) dan suaminya Yusrizal; Andriansyah; serta Fariati. Namun, sesampai di persimpangan jalan, keluarga itu berpencar. Itun dan Andriansyah berlari ke kiri, sedangkan yang lain ke kanan.

BENCANA memang membawa kepedihan. Tapi, selalu ada hikmah di baliknya. Misalnya, yang dialami Surliyadin, salah seorang korban tsunami Aceh yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News