Dosen Gizi UI Ciptakan Biskuit untuk Bantu Balita Gizi Buruk

Sering Kehabisan Stok, Terpaksa Beli di Toko Sendiri

Dosen Gizi UI Ciptakan Biskuit untuk Bantu Balita Gizi Buruk
JADI PENGUSAHA: Doktor Fatmah menunjukkan aneka biskuit produk UKM yang dikembangkannya dari rumah. Foto: Hilmi Setiawan/Jawa Pos

’’Stok produksi saya di rumah sedang habis. Jadi, ini tadi saya beli kembali di Carrefour,’’ kata istri Yusran Nasution itu.

Fatmah terpaksa membeli kembali biskuit yang telanjur dipajang di pasar swalayan karena beberapa pekan terakhir permintaan pelanggan dari luar kota terus bertambah. Karena itu, dalam waktu dekat, ibu Fahran dan Reyhan tersebut meningkatkan produksi biskuit penuh gizi itu. Selama ini, sekali produksi, hasilnya mencapai 1.000 bungkus untuk masing-masing varian biskuit. Produksi masal terakhir dilakukannya Agustus lalu.

’’Modal awal saya hanya sekitar Rp 10 juta. Sekarang omzetnya terus bertambah,’’ tuturnya.

Dia memang belum bisa memproduksi rutin setiap hari karena kesibukan lain sebagai dosen dan peneliti. Yang bisa dilakukannya adalah memproduksi dalam jumlah banyak sekalian, lalu menjualnya sampai habis. Untungnya, masa kedaluwarsa biskuit kurma tersebut sampai setahun. Karena itu, Fatmah tidak begitu khawatir produknya akan cepat basi atau tidak layak makan.

Doktor ahli gizi lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menjelaskan, ide membuat biskuit bergizi dengan kandungan kurma dan tempe tersebut muncul pada 2010. Saat itu, Fatmah mendapat dana hibah proyek penelitian dari Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Nilai bantuan penelitian tersebut lumayan besar, yakni Rp 50 juta.

Ide penelitian itu muncul ketika dia mengetahui bahwa di kota tempatnya tinggal, Depok, Jawa Barat, ternyata angka bayi kurang gizi masih cukup banyak. Dia kemudian mencari solusi agar bisa membantu masyarakat setempat. Dari situlah, Fatmah lalu melakukan penelitian makanan alternatif yang bisa membantu bayi dan anak balita yang kekurangan gizi.

Fatmah lalu mengambil sampel 50 anak balita di Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoran Mas, kawasan dengan anak balita gizi buruk paling banyak. Sampel itu dibagi menjadi dua kelompok dengan penanganan yang berbeda-beda. Yaitu, penanganan kontrol dan penanganan intervensi.

’’Penelitian kepada balita kurang gizi itu saya lakukan selama tiga bulan,’’ kata alumnus S-1 dan S-2 UI tersebut.

Penelitian Dr Fatmah tentang makanan alternatif untuk anak kurang gizi tidak berakhir di laci meja kerja saja. Dia melanjutkan penelitian itu dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News