DPD RI dan FH UKI Bedah Kedudukan Tanah Adat Pasca-Lahirnya UU Ciptaker

DPD RI dan FH UKI Bedah Kedudukan Tanah Adat Pasca-Lahirnya UU Ciptaker
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Badikenita BR Sitepu (kanan atas) saat webinar bekerja sama dengan FH UKI. Foto: Humas DPD.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto mengatakan permasalahan dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum disebabkan karena dokumen perencanaan tidak didukung dengan data dan anggaran yang akurat.

Menurutnya, hal ini berakibat terjadinya revisi karena tidak sesuai dengan kondisi fisik di lapangan serta mengakibatkan penambahan anggaran uang ganti rugi (UGR).

Himawan menjelaskan permasalah lain juga terjadi, seperti penetapan lokasi yang diterbitkan gubernur belum sesuai dengan tata ruang serta tidak didukung dengan data awal dan persetujuan pihak yang berhak sehingga terjadi penolakan dalam pelaksanaan.

"Izin pelepasan objek pengadaan tanah yang masuk dalam lokasi kawasan hutan, tanah wakaf, tanah kas desa, aset instansi BMN/BUMN pelepasannya memerlukan waktu yang cukup lama,” terang Himawan dalam kesempatan yang sama.

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi menjelaskan bahwa saat ini pemerintah tengah menyiapkan enam rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait Tata Ruang dan Pengadaan Tanah.

Yaitu RPP tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, RPP tentang Bank Tanah, RPP tentang Pemberian Hak Atas Tanah, RPP tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, RPP tentang Kawasan dan Tanah Terlantar dan RPP tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional.

Dosen Fakultas Hukum UKI Diana RW Napitupulu menyatakan bahwa tanah masyarakat adat harus dijaga sesuai dengan HBI dan HMN.

Menurutnya, kalau mau dilaksanakan PT, masyarakat adat itu harus membentuk badan hukum seperti perkumpulan atau yayasan.

UU Ciptaker tidak hanya membahas persoalan ketenagakerjaan saja. Persoalan tanah adat pasca-lahirnya UU itu juga harus dibedah demi mendorong ekonommi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News