DPD RI dan FH UKI Bedah Kedudukan Tanah Adat Pasca-Lahirnya UU Ciptaker

DPD RI dan FH UKI Bedah Kedudukan Tanah Adat Pasca-Lahirnya UU Ciptaker
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Badikenita BR Sitepu (kanan atas) saat webinar bekerja sama dengan FH UKI. Foto: Humas DPD.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Badikenita BR Sitepu menilai kedudukan tanah adat pasca-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) perlu dibedah karena masih jarang dibahas dan diulas pihak yang berkepentingan.

Menurutnya, selama ini banyak orang berpikir UU Ciptaker hanya membahas tentang ketenagakerjaan saja.

"Padahal kalau ditilik lebih lanjut, suatu investasi yang akan ditanam tentu saja umumnya akan membutuhkan adanya lahan. Sehingga perlu dibedah UU Nomor 11/2020 ini demi mendorong iklim investasi,” ungkapnya dalam webinar PPUU bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, baru-baru ini.

Webinar berjudul "Kedudukan Tanah Adat Pasca UU Cipta Kerja" digelar Rabu 20 Januari 2021, dihadiri 516 peserta mahasiswa kelas karyawan UKI, pengacara, notaris, staf BPN, dan masyarakat pemerhati pertanahan dari Aceh sampai Papua.

Badikenita menjelaskan UU Ciptaker bertujuan untuk kemajuan masyarakat Indonesia yang lebih baik.

Senator asal Sumatera Utara ini menyatakan UU ini penting agar tidak ada kekhawatiran di masyarakat seperti adanya mafia tanah.

Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah soal pengertian tentang bank tanah, karena masih banyak yang belum memahaminya.

“Ini penting dibahas, keterkaitan UU No 11/2020 dengan UU Cipta Kerja. Hadirnya UU Cipta Kerja agar peraturan menjadi lebih sederhana, menciptakan kemudahan berinvestasi, perizinan berusaha, dan kata kuncinya adalah NSPK yaitu Norma Standar Prosedur Kriteria,” papar Badikenita lagi.

UU Ciptaker tidak hanya membahas persoalan ketenagakerjaan saja. Persoalan tanah adat pasca-lahirnya UU itu juga harus dibedah demi mendorong ekonommi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News